Monitor, Tangsel – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melalui Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah kembali menggelar sosialisasi pemeriksaan pajak daerah. Kali ini, sosialisasi tersebut berkaitan dengan pemeriksaan pajak daerah Bea Perolehan Atas Tanah Dan Atau Bangunan (BPHTB) dengan mengundang puluhan peserta dari kalangan notaris/ PPAT, perwakilan pengembang dan PPATS.
Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menyampaikan informasi terkait pemeriksaan pajak BPHTB kepada kilen mereka dan masyarakat secara luas. Sehingga, wajib pajak dan masyarakat luas akan semakin taat dan jujur dalam membayar pajak serta tak kaget lagi jika dilakukan pemeriksaan karena sudah mengetahui dan faham tentang mekanisme dan tata cara pemeriksaan pajak BPHTB.
Untuk diketahui, dasar pemeriksaan pajak daerah BPHTB adalah UU 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian Perwal 20 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas peraturan walikoat nomor 71 tahun 2011 tentang sistem dan prosedur pengelolaan BPHTB, serta Perwal 11 tahun 2018 tetang tata cara pemeriksaan pajak daerah.
Kenapa pajak BPHTB bisa juga terkena pemeriksaan pajak? Salah satu narasumber dari konsultan Pajak Ratnasari, menjelaskan bahwa BPHTB merupakan salah satu jenis pajak self assissment yakni jenis pajak yang nilainya ditentukan sendiri oleh wajib pajak.
Sehingga, lanjut Ratnasari, untuk menguji kepatuhan wajib pajak apakah NPOP sebagai dasar penghitungan BPHTB yang dilaporkan sudah sesuai atau belum maka dilakukanlah pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak daerah. “Meski begitu, tidak semua wajib pajak BPHTB mesti dilakukan pemeriksaan, karena yang dilakukan pemeriksaan hanya wajib pajak yang ditengarai tidak sesuai,” kata Ratnasari, dalam kegiatan sosialisasi pemeriksaan pajak daerah BPHTB, di RM Telaga Seafood, BSD Serpong, Kota Tangsel, Kamis (18/7/2019).
Narasumber lainnya, Mirza menekankan pentingnya wajib pajak aware (peduli) terhadap peraturan perundang-undangan tentang pajak termasuk tentang pemeriksaan pajak daerah.
Ia lantas bercerita pengalamannya, saat mendampingi seorang klien yang terkena sanksi dan terpaksa masuk sel hanya karena ketidaktahuan tentang peraturan perpajakan.
“Ada seorang penjual barang-barang elektronik di daerah Banyuwangi yang jualan Hp, tv dan lainnya. Suatu saat dilakukanlah pemeriksaan oleh Dirjen Pajak, dan omsetnya ternyata dihitung-hitung telah mencapai Rp4,8 miliar karena kan yang namanya jualan Tv, Hp memang bisa jutaan rupiah,” kisah Mirza.
Menurut Mirza, masalah muncul ketika penjual barang elektronik itu tidak tahu jika omset sudah diatas Rp4,8 M maka sesuai peraturan dia wajib membuat PKP (pengusaha kena pajak) yang memang mempunyai kewajibatan untuk menerbitkan faktur pajak untuk memungut PPN kepada konsumen.
“Diperiksa sama dirjen pajak, dihitunglah PPN yang harus dibayar dari mulai omsetnya mencapai 4,8 M hingga dilakukan pemeriksaan kemudian diterbitkanlah surat ketetapan pajak (SKP) kurang bayar sekitar 2,3 miliar,” papar konsultan pajak ini.
Bayangkan, lanjut Mirza, karena ketidak tahuan tentang peraturan perpajakan, penjual barang elektronik itu yang tak beda jauh dengan pedagang kelontongan harus menanggung kewajiban membayar PPN konsumen hingga miliaran rupiah, padahal dia sendiri tidak mengambilnya dari konsumen. “Dia tidak mengambil uang dari konsumen (pajak PPN 10%) karena tidak tahu aturan, namun akhirnya dia disuruh bayar uang itu,” katanya.
Karena itu, Mirza kembali menekankan bahwa perluanya wajib pajak aware terhadap setiap peraturan perpajakan daerah termasuk tentang pemeriksaan pajak daerah, agar wajib pajak bisa terhindar dari masalah hukum perpajakan di kemudian hari.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Seksi BPHTB pada Bapenda Tangsel, Anung menyoroti soal masih adanya perdebatan apakah yang dipakai untuk pengenaan BPHTB itu nilai NJOP atau nilai transaksi?
Anung menjelaskan bahwa harga untuk pengenaan BPHTB itu ada tiga yakni ada nilai transaksi, ada nilai pasar dan ada NJOP. “Kalau nilai transaksi digunakan untuk jual beli dan lelang. Selain itu pakai nilai pasar,” katanya.
Namun menurut Anung, penggunaan nilai pasar juga terkadang menjadi perdebatan apakah memakai nilai yang rendah, yang tinggi, atau yang sedang. “Untuk itu, kami (Bapenda Tangsel) telah menerbitkan buku nilai pasar sebagai panduan. Buku ini merupakan kompilasi dari nilai harga yang ada di wilayah itu,” jelas Anung.
“Sedangkan untuk NJOP bisa diberlakukan ketika harga transaksi tidak ada atau harga transaksi dibawah NJOP,” imbuhnya.
Kegiatan sosialisasi pemeriksaan pajak BPHTB ini diakhiri dengan sesi diskusi. Sejumlah peserta pun diberikan kesempatan untuk bertanya kepada narasumber.
Menjawab salah satu peserta yang bertanya soal arah pemeriksaan pajak, Kepala Seksi Pemeriksaan Pajak Daerah Wilayah 1, Edi Santoso menegaskan bahwa Undang-undang telah memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
Ia menyebut, bahwa pemeriksaan pajak bisa berawal dari insting tim pemeriksa, kemudian dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan apakah insting pemeriksa itu benar atau tidak. Namun ia memastikan bahwa pemeriksaan pajak daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kalau terbukti akan dilakukan sesuai aturan, dan kalau tidak terbukti kami juga akan lakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tandasnya.
Edi pun berharap, para peserta yang hadir bisa turut serta mensosialisasikan kepada masyarakat agar ketika bertransaksi menggunakan nilai yang sebenarnya. “Kenapa kami undang para notaris/ PPAT, kami berharap para notaris bisa mensosialisasikan kepada masyarakat/ kliennya agar ketika bertransaksi gunakalah nilai yang sebenarnya,” kata Edi.
Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah pada Bapenda Tangsel, Cahyadi menambahkan, bahwa insting pemeriksa merupakan adanya indikasi ketidakwajaran pelaporan yang ditemukan oleh tim pemeriksa dari hasil validasi yang dilakukan.
“Setelah dilakukan validasi, kemudian ditemukan ada indikasi ketidakwajaran pelaporan maka dilakukan pemeriksaaan,” kata Cahyadi saat menutup kegiatan tersebut. (adv)