Monitor,Tangsel – Sejumlah aktivis dari berbagai organisasi pecinta lingkungan berkeliling mengitari aliran sungai Cisadane. Menggunakan perahu motor, mereka lantas menyisir titik-titik genangan sampah yang mengotori aliran sungai sepanjang 126 kilometer itu.
Para aktivis itu berasal dari Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (YAPELH) Indonesia, Pendaki Indonesia (PI) Tangerang, Pendaki Gunung indonesia, Cisadane Ranger Patrol (CRP). Mereka lantas merekam dengan video, sumber sampah yang disebutkan berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
Rekaman video dan gambar itu pun diunggah ke media sosial, dengan mengambil latar tumpukan sampah di TPA Cipeucang yang beririsan langsung dengan aliran sungai Cisadane. Para aktivis lantas menuliskan captionnya, “Hari Peduli Sampah Nasional”, yang diikuti dengan keterangan kondisi terkini TPA Cipeucang ;
“Gunung sampah itu bernama TPA Cipeucang. Perhatikan TPA Cipeucang Tangerang Selatan berada di bibir sungai Cisadane tanpa pagar. Kapanpun longsor sampah langsung meluncur ke sungai Cisadane. Lah, kita yang di hilir yang kena dampaknya. #Savecisadaneriver,” sebagaimana dikutip dari unggahan tersebut.
Sedangkan dalam rekaman video berdurasi 2 menit 13 detik itu, para aktivis lingkungan sempat meminta agar Wali Kota Airin Rachmi Diany memerhatikan dampak pencemaran lingkungan akibat timbunan sampah TPA Cipeucang yang terus meluber ke aliran sungai.
“Cipuecang, Tangerang Selatan. Siapa sih Wali Kotanya? Oo, Airin. Bu, sampah bu,” ucap salah satu aktivis dengan mengarahkan visual ke arah pinggiran TPA Cipeucang.
“Nih kita teman-teman, nggak digaji negara aja berani untuk mencari sumber yang anda perbuat ke Cisadane. Anda harus tanggung jawab terhadap sampah-sampah yang ada di tepian Cisadane. Karena di Tangerang sana, sudah kewalahan, sudah nggak punya alat lagi untuk mengakali supaya sampah itu bisa terurai,” tambah aktivis lainnya.
“Kalau nggak ditutup nggak apa-apa, kita cuma minta dipagar. Supaya apa? supaya ketika air Cisadane meluap, itu nggak ketabrak air. Dipagarlah, memang nggak punya anggaran? berapa triliun anggaran (APBD) Kota Tangsel tahun 2019?,” serunya lagi.
Sementara saat dikonfirmasi, Koordinator YAPELH Indonesia, Herman Felani mengakui, jika dia dan kelompok pecinta lingkungan lainnya menggelar aksi camping ditepian sungai, persis diseberang timbunan sampah TPA Cipeucang yang menggunung tinggi.
“Kegiatan ini memang rutin dilaksanakan setiap tahun untuk memperingati tragedi letusan gunung sampah yang terjadi di TPA Leuwigajah, 14 tahun silam. Dimana tragedi itu memakan ratusan korban jiwa. Bahkan, ada dua kampung yang hilang akibat letusan gunung sampah tersebut,” katanya, Jumat (22/2/2019).
TPA Cipeucang sendiri terletak di Jalan Kavling Nambo, Serpong. Daya tampung sampahnya diduga sudah mencapai sekira 880 ton per hari. Selain telah lama mengalami over kapasitas, sarana dan fasilitas pengolahan sampah TPA Cipeucang diduga pula tak ramah lingkungan.
Hal demikian membuat air lindi, yakni cairan yang merembes ke bawah dari tumpukan sampah, mengalir langsung ke Sungai Cisadane tanpa melalui proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
“Dari hasil investigasi di lapangan, kami menemukan fakta bahwa sumber sampah yang selama ini mengambang dan mencemari arus sungai Cisadane itu berasal dari TPA Cipeucang,” jelas Herman.
Dijelaskan dia, kondisi memprihatinkan lainnya dari TPA Cipeucang bisa diamati dari hilangnya pepohonan yang tahun 2018 lalu masih banyak didapati di sekitar TPA Cipeucang. Pohon-pohon pembatas itu diduga telah habis tergerus aliran sungai Cisadane.
“Sehingga ketika air sungai Cisadane meluap, sampah yang ada di bibir sungai terbawa arus hingga ke hilir sungai Cisadane. Hal itu terjadi karena tidak adanya pagar pembatas antara gunung sampah dengan sungai,” sambungnya
Dibeberkan Herman, berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan, bahwa pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat,gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan atau perusakan lingkungan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun, dengan denda paling sedikit Rp100 juta, dan paling banyak Rp5 miliar.
Sedangkan menurut Pasal 41 ayat (2) pada UU yang sama dijelaskan, bahwa jika tindak pidana sebagai mana diatur pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, maka pengelola sampah dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak
Rp.500 juta.
“Dalam UU tersebut sudah sangat jelas ketentuan sangsi pidana maupun denda, akan tetapi anehnya tidak ada satupun institusi terkait yang mau merespon atau menanggapi apa yang selama ini kami lakukan terhadap TPA Cipeucang milik Pemkot Tangsel tersebut,” tandasnya.(bli)