Monitor, Kota- Sidang kasus dugaan penyerobotan lahan tanah yang berlokasi dikawasan Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
Ya, sidang yang digelar pada, Kamis (29/8/2019) lalu itu, mendengarkan keterangan para saksi dari pihak terdakwa, yakni Abah Sobari (72).
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Elly Noeryasmien itu, meminta kedua saksi yakni, Aning Nuyani dan Adnan untuk memberikan berbagai keterangan terkait persoalan-persoalan di dalam perkara tersebut.
Di hadapan Majelis Hakim, keduanya menyatakan bila mereka telah tinggal dan menempati lahan itu sejak Tahun 2005 lalu. Namun, mereka mengaku tak mengetahui secara persis mengenai keberadaan sertifikat lahan tersebut yang saat ini di klaim menjadi milik seseorang berinisial MS.
Kendati demikian, mereka berkeyakinan kuat bila lahan tersebut merupakan milik negara, yang telah di garap masyarakat setempat, sejak berpuluh-puluh tahun silam.
“Saya tahu tanah itu dari warga, kalau bersertifikatnya saya tidak tahu. Di lahan itu memang sudah ada bangunan kaya bedeng. Nah, untuk mengisi kekosongan warga pada nyuruh saya untuk mengisi bedeng itu, dengan mengajar ngaji anak-anak. Dan pada bulan Desember 2013, ada tiga orang, datang ke lokasi untuk melakukan pengukuran dan mengambil dokumentasi dengan memotret lahan itu. Dari perbincangan orang itu, lahan itu sudah ada pemiliknya,” ungkap Adnan, saat memberi kesaksian dalam persidangan.
Setelah Adnan, saksi lainnya, yakni Aning Nuryani, juga menyampaikan hal-hal yang diketahuinya terkait perkara lahan di Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang ini.
Dalam hal kepemilikan, Aning Nuryani juga nampak sangat ‘Kekeh’ alias bersikeras dengan keyakinannya, bila lahan tersebut adalah milik negara yang telah di garap oleh masyarakat setempat sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Tiba-tiba, lahan milik negara ini pada Desember 2013, kembali di klaim oleh seseorang yang kini melaporkan Abah Sobari melalui kuasa hukumnya.
“Waktu itu, saya ingetnya itu hari Selasa bulan Desember Tahun 2013, datang dua unit kendaraan motor dan mobil ke lokasi, yang bertujuan untuk melakukan pemotretan. Kedua kalinya, mereka datang lagi bertujuan untuk melakukan pengukuran dan mencari batas tanah, tapi tidak di ketemukan,” kata Aning, menceritakan kronologis awal yang ia tahu.
Setelah menggali dan mendengarkan keterangan dari para saksi, selanjutnya Majelis Hakim memutuskan untuk menutup prosesi persidangan tersebut.
Sidang akan kembali di lanjutkan pekan depan, yakni pada Kamis 5 September 2019 mendatang, dengan agenda persidangan yang sama, yakni mendengarkan keterangan saksi-saksi, juga saksi ahli.
Diluar persidangan, Isram, Kuasa Hukum Terdakwa Abah Sobari, mengaku akan terus berupaya keras memperjuangkan perkara kliennya ini. Pasalnya, perkara ini dinilai banyak kejanggalan dan keanehan yang harus diungkap kebenarannya.
Bahkan, ia bersama timnya juga tengah mempelajari hal-hal hukum lainnya, yang nanti dapat ditempuh juga untuk beradu fakta dalam persidangan lainnya.
“Ya besok kan masih agenda saksi-saksi dan saksi ahli. Kita juga nanti akan membawa perkara ini ke (jalur) perdata nya,” tegas lawyer dari Kantor LBH Nata, yang bermarkas di BSD Tangsel itu.
Diberitakan sebelumnya, Nasib nahas dialami Sobari (72). Kakek tua ini harus berurusan dengan meja hijau, lantaran tetap mempertahankan lahan tanah garapan yang berlokasi dikawasan Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Dan lahan tersebut telah ia tempati selama berpuluh-puluh tahun bersama anak istrinya.
Dia menjadi terdakwa dalam dugaan pasal 167 KUHP terkait penyerobotan tanah. Perkara tersebut berawal dari laporan beberapa pihak yang mengaku pemilik sah sebagian lahan yang Sobari duduki saat ini.
“Sebetulnya itu tanah negara, saya memang hanya menggarapnya sejak tahun 1988. Saya akan terima jika tanah itu negara yang kelola dan tidak diakui perorangan,” kata Sobari di PN Tangerang, Jumat (10/5/2019) lalu.
Lebih lanjut Sobari menjelaskan, pada 2013 seseorang berinisial MS mengklaim tanah yang digarapnya seluas 50 ribu meter persegi itu adalah miliknya. Bahkan, klaim atas tanah negara yang diduduki Sobari hingga hari ini, tidak hanya satu orang, sebelumnnya beberapa pihak, ada yang mengklaimnya dengan bukti Akta Jual Beli (AJB).
“Seluruh bukti surat kepemilikan atas klaim tanah itu sudah saya cek ke kelurahan dan kecamatan, tapi tanah itu tidak terdaftar dalam buku C, kalau pun ada objek tanahnya berbeda,” ungkapnya.
Berdasarkan penuturan dia, di tahun 1974 lalu, tanah yang dia garap sebagai usaha itu sebelumnya adalah tanah negara. Namun belakangan, beberapa pihak mengklaim kepemilikan lahan tersebut atas nama pribadi.
“Saya berkali-kali diminta mengosongkan, karena saya tahu sejarahnya, saya kekeh. Akhirnya di pidanakan seperti ini. Saya pasrah saja sambil menunggu ketetapan hukum yang sah,” bebernya. (ben)