Genjot Pajak Restoran, Hotel Dan Hiburan, Bapenda Tangsel Gelar Bimtek Perpajakan Daerah

oleh -
Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah pada Bapenda Kota Tangsel, Cahyadi (tengah) saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Perpajakan Daerah di Hotel Soll Marina, Serpong, Rabu (21/8/2019).

Monitortangerang.com- Sejumlah pengusaha hiburan, hotel dan restoran di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) yang digelar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Tangsel Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah di Sol Marina Hotel, Serpong pada Rabu-Kamis (21-22/8/2019).

Dalam kegiatan tersebut, para peserta diberikan penjelasan terkait peraturan perundang-undangan tentang perpajakan daerah, yakni undang-undang 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, Perda Nomor 3 tahun 2017 perubahan Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang pajak daerah serta perwal nomor 11 Tahun 2018 tentang tatacara pemeriksaan pajak daerah.

Diharapkan setelah mengikuti kegiatan Bimtek ini, para wajib pajak lebih memahami kewajibannya untuk melaporkan dan membayar pajak dengan jujur dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga, pada akhirnya diharapkan akan berdampak kepada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangsel.

Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak, Cahyadi saat pembukaan kegiatan menjelaskan bahwa bimbingan teknis ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada para wajib pajak dalam tata kelola pencatatan data transaksi usaha serta pelaporan yang menjadi dasar perhitungan pajak terutang agar benar, tepat waktu, dan tepat jumlah.

Menurutnya, pembangunan fisik dan nonfisik di Kota Tangerang Selatan sebagian besarnya ditopang dari uang pajak. “Karena itu kami berharap wajib pajak memenuhi kewajibannya, demi mendukung program pembangunan pemerintah dan demi kelancaran pembangunan kota Tangerang Selatan,” kata Cahyadi.

Sejumlah pengusaha hotel, restoran dan hiburan mengikuti Bimtek Perpajakan Daerah

Sejumlah Pemateri dihadirkan dalam Bimtek tersebut. Diantaranya dari Konsultan Pajak yakni M.Tomtom Makmur, Latifah, SE, M.Sc, Moch Arief Risman, Ariawan Rahmat, Yudha Estiono serta  perwakilan Persatuan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangsel, Andre Sumanegara.

Selain itu, ada juga pemateri dari KPP Pondok Aren yang lebih banyak membahas soal perpajakan pusat. Diantaranya soal Pajak penghasilan (PPH) 21, 23, 25/29 dan pajak peghasilan pasal 4 ayat 2 serta pajak penambahan nilai (PPN).

Salah satu pemateri, Latifah SE, M.Sc, CPA dengan Tema Perpajakan Indonesia mengupas tentang jenis-jenis pajak yang terdiri dari pajak pusat yang dikelola Ditjen Pajak seperti; Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan.

Pajak Propinsi (PKB, BBNKB, Pajak Bahan Bakar kendaraan Bermotor, Pajak Air permukan dan Pajak Rokok).  Pajak kabupaten/kota yang meliputi pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir dan pajak air tanah.

Untuk Sistem perpajakan Indonesia, Self Assessment  yakni menghitung pajak sesuai tarif dan ketentuan yang berlaku, membayar  pajak melalui kantor pos atau bank-bank yang ditunjuk dengan menggunakan formulir SSP dan melakukan pelaporan.

“Kewajiban WP adalah mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP, selanjutnya mengisi dan menandatangani SPT, membayar dan menyetor ke kas negara dan melakukan pembukuan atau pencatatan dengan baik,” kata Latifah.

Pemateri lainnya M.Tomtom Makmur dalam paparannya mengatakan, bimbingan teknis kepada wajib  pajak sebagai tahapan pembelajaran dan internalisasi mulai dari pengetahuan tentang perpajakan, kesadaran membayar pajak, hingga kepatuhan dan konsistensi.

“Tujuan pemaparan, pada kerangka konseptual untuk menyamakan persepsi, penyegaran kembali, berbagi pengetahuan dan terpeliharanya perencanaan monitoring evaluasi,” urainya.

Dikatakan Tomtom, pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak, artinya semakin baik tingkat pengetahuan pajak yang dimiliki wajib pajak, semakin baik juga kepatuhan wajib pajak dan Self assessment system berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak.

Sementara itu, banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan dari wajib pajak yang umumnya sangat kompleks dan dapat dibedakan atas faktor ekonomi dan non ekonomi. Pada faktor ekonomi seperti; tarif pajak, pemeriksaan pajak, tingkat penghasilan aktual, sumber penghasilan, denda, hukuman, kemungkinan untuk diperiksa dan manfaat pajak. Selanjutnya,faktor non ekonomi;
1. Faktor pengambil kebijakan yang  berhubungan dengan wajib pajak; kompleksitas sistem perpajakan, kesamaan dan keadilan, persepsi mengenai pengeluaran pemerintah dan peranan dari otoritas pajak.
2. Faktor –faktor sosial; budaya, pengaruh dari rekan atau kelompok dan norma sosial.

Diketahui bersama, pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23.A, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang,”. Meski begitu, wajib pajak tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat ditunjukan secara langsung.

Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan. Pemungutan pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesui peraturan perundang-undangan. Pajak sangat diperlukan sebagai solusi bagi keterbatasan dana pembangunan dari sebuah pemerintahan yang tujuan utamanya adalah menyejahterakan masyarakat.

Selanjutnya, Wakil ketua PHRI, Andre Sumanegara mengatakan para pengusaha yang ada di tangsel tidak usah merasa khawatir dengan pemeriksaan pajak. Sebab menurutnya, selama jujur dalam menjalankan usaha dan tertib administrasi maka tak ada yang perlu ditakutkan.

“Keterbukaan itu penting, makanya ketika kita belum memahami soal perpajakan bisa ditanyakan langsung,” tuturnya.

Pemateri yang melakukan pemaparannya secara santai membuat para peserta Bimtek merasa nyaman dan menikmati kegiatan tersebut. Soal perpajakan, Moch. Arief Risman yang mengupas tema, “Bisnis Cetar Pajak lancar,” membuat beberapa ilustrasi tentang beberapa film holywood yang juga mengangkat tema terkait pajak.

“Di luar negeri, beberapa film malah membahas soal pajak. Sebab disana sudah menjadi obrolan sehari-hari,” kata Arief.

Dalam film Armageddon, contohnya, aktor Bruce Willis meminta pemerintah untuk membebaskan kewajiban pajak atas dirinya, ketika nanti dia sudah berhasil menyelamatkan bumi dari kehancuran. Film lainnya, mengupas soal pajak  The Patriot (I pay my tax,  I am a patriot).  Salah seorang pengusaha pada film  Speed menuntut bahwa polisi wajib menyelamatkan nyawanya sebab dia sudah membayar pajak. Sementara, Al Capone  (The Untouchables) Bos mafia besar yang bisa berkelit dari banyak kasus hukum , tapi tidak bisa bebas dengan aturan pajak.

Ketika terjun dalam dunia bisnis, sambung lelaki yang juga dosen itu, sebaiknya kenalilah bisnis dengan baik selanjutnya pelanggan dan lingkungan bisnis. Dengan begitu baru bisa menjadi pemenang.

“Ada 4 type pembayar pajak, yakni berat hati,menghindari, membayar karena bela negeri, membayar dan menuntut dilayani,” ujarnya. (ADV)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.