Monitor, Tangsel – Seorang konsumen bernama FX Agus Handoko memberikan kuasa kepada kantor hukum “Boy Sulimas & Associates” yang beralamat di Jalan Rawa Buntu Raya, Ruko Golden Vienna Sektor 1.2 Nomor 18-19, Serpong, untuk menggugat pengembang BSD City dan Bank Permata.
Gugatan itu teregister dengan nomor perkara : 1109/Pdt.G/2020/PN Tng. Pada Selasa 15 Desember 2020 kemarin, sidang perdana dimulai dengan agenda pemeriksaan berkas dan syarat administrasi. Namun pihak Bank Permata tak datang menghadiri.
Kuasa Hukum penggugat, Bonifansius Sulimas mengaku, pihaknya menyayangkan ketidakhadiran tergugat dari Bank Permata pada sidang perdana Selasa 15 Desember 2020 kemarin. Meskipun agenda persidangan tak terpengaruh dan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Ada sedikitlah kemarin yang perlu direvisi, yang sifatnya itu sebenernya administrasi. Dari pihak kita juga ada yang belum ditandatangi surat kuasanya, dari mereka juga ada. Kemarin pihak bank permata sudah diundang, tapi lewat stafnya dikatakan bahwa dia tidak mengenal para pihak,” katanya kepada wartawan, Kamis (17/12/2020).
Menurut Bonifansius, ketidakhadiran tergugat 2 saat dipanggil pengadilan dirasa cukup aneh karena beralasan tidak mengenal para pihak dalam persidangan. Harusnya, kata dia, siapapun di negeri ini harus bisa menghargai proses hukum termasuk saat diminta hadir dalam persidangan.
“Panitera itu kan mengirim surat, nah surat itu diterima tapi mereka menolak karena tidak mengenal para pihak. Bagaimana mereka tidak mengenal? masa klien kita yang sudah sekian tahun di sana, nasabah di sana, yang sampai saat ini ada uangnya di sana, kok tidak mengenal. Kalau pihak pengembang kemarin datang diwakili 2 legalnya,” jelasnya.
Dia pun meminta, agar semua tergugat datang pada sidang berikutnya 22 Desember 2020. Karena ketidakhadiran dalam persidangan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk tidak menghargai proses hukum yang berjalan.
“Pengadilan itu punya mekanisme. Jadi ketidakhadiran mereka itu juga, ya mereka pasti pahamlah hukum. Dengan ketidakhadiran mereka itu sebenernya juga bagian dari tidak menghargai proses hukum itu sendiri,” tegas Bonifansius.
Lebih lanjut, dia berharap agar para tergugat membuka diri untuk mencari siapa yang sebenarnya menjadi korban dalam kasus ini. “Tentu kita berharap, baik pihak bank atau pihak sinarmas membuka diri, mengintrospeksi diri untuk mencari mana sesungguhnya yang jadi korban. Kita di sini mencari kebenaran itu,” tandasnya.
Sementara, menanggapi hal itu pihak bank penyedia KPR memberikan penjelasan normatif. Dikatakan, sebagai perusahaan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pihak bank senantiasa merujuk kepada aturan dan regulasi yang berlaku.
“Kami berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan terbaik dalam mendukung kebutuhan seluruh nasabah kami,” terang Head of Corporate Affairs PermataBank, Richele Maramis.
Kasus itu bermula saat Agus Handoko membeli lahan seluas 163 meter persegi dengan harga sekira Rp1,2 miliar melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dia membayar uang tanda jadi Rp10 juta serta uang muka pertama Rp362 juta. Lalu sisanya Rp868 juta akan dibayar melalui KPR Bank Permata.
Surat pesanan tanah kavling itu pun terbit dengan nomor : 1000057995 dengan masa cicilan selama 5 tahun, sejak 2017 hingga tahun 2022. Namun pada akhir 2019 hingga awal 2020, keuangan Agus mulai kembang kempis. Diperparah lagi, situasi pandemi mulai merambah sejak Maret lalu yang berimbas pada pembatasan usaha.
Pada periode April hingga Juli 2020, pembayaran cicilan KPR itu kembali mengalami keterlambatan. Lalu Agus pun mengajukan surat permohonan kepada penyedia KPR untuk mendapat keringanan pembayaran. Hingga akhirnya disepakati pembayaran cicilan sebesar Rp58 juta.
Namun tak beberapa lama setelah kesepakatan itu, penyedia KPR mengeluarkan surat jika permohonan meminta keringanan cicilan belum ditolak. Di lain pihak, pengembang sebagai pemilik lahan pun mengeluarkan surat pemberitahuan jika cicilan telah dilunasi dengan sistem pembelian Buy Back Guarantee (BBG).
Karena merasa dirugikan atas proses BBG itu, kuasa hukum pun mendaftarkan gugatan di PN Tangerang dengan tuduhan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana dijelaskan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata.(bli)