Monitor, Tangsel – Sejumlah korban yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mendesak penyelesaian atas kasus dugaan perampasan tanah yang dialami sejak lama.
Para korban mendatangi gedung DPRD Kota Tangsel dan menemui Fraksi PSI. Di sana mereka mengadukan, bahwa selama ini banyak tempat yang telah disambangi guna mendapat titik terang penyelesaian kasus perampasan tanahnya
Warga yang yang mengadu ke DPRD itu antara lain, Ibu lamsiah, Kahar, Abu dan Sutarman. Turut mendampingi mereka Sekjen FKMTI Agus Muldya. Dibeberkan dalam pengaduan itu, jika surat mereka kepada Wali Kota Airin tak pernah direspon secara positif.
“Mereka berharap di gedung dewan inilah keadilan bisa berpihak, sehingga dapat mendesak Pemkot dan BPN Tangsel untuk segera mengembalikan hak atas tanah warga yang sejatinya tidak pernah dijual, akan tetapi justru dikuasai pihak lain,” kata Agus Muldya, Selasa (5/11/2019).
Disampaikan Agus, perintah presiden sejak tanggal 3 Mei 2019 lalu untuk mempercepat persoalan konflik tanah hingga kini belum terlaksana. Bahkan, menurut dia, aparat birokrasi di daerah justru terkesan ingin mempersulit masyarakat dalam memeroleh hak atas tanahnya yang sah.
“FKMTI ingin membantu Presiden Jokowi agar bawahannya bisa menyelesaikan permasalahan tanah. Kita bongkar kenapa perampasan hak atas tanah rakyat bisa terjadi, dan harapan pak presiden agar selesaikan dengan seadil-adilnya bisa diwujudkan,” jelasnya.
Dilanjutkan dia, selama ini para birokrat menyamakan antara sengketa dengan perampasan tanah. Padahal, ucap Agus, korban perampasan tanah tidak pernah bersengketa, karena korban perampasan tanah tidak pernah menjual tanah miliknya kepada pihak manapun tetapi tanah mereka dikuasai pihak lain.
“Korban perampasan tanah tidak ada hubungan keluarga atau sesama ahli waris ataupun hubungan bisnis dengan pihak yang merampas tanah.
Jika ada hubungan bisnis atau hubungan keluarga, itu kemungkinan termasuk sengketa tanah,” imbuhnya.
Masih kata Agus, korban perampasan tanah sama dengan korban perampasan barang berharga lainnya. Namun perampasnya tidak secara langsung merebut tanah dari tangan pemilik.
Sehingga, mustahil korban perampasan tanah yang berniat, memulai, dan akan bersengketa dengan pihak lain yang menguasai tanahnya.
“Korban perampasan tanah justru mempertanyakan pihak-pihak terkait, mengapa di atas miliknya ada pihak lain yang di belakangan waktu menguasai tanah miliknya tanpa pernah membeli. Saat ini kasus yang dialami para korban seperti itu,” terangnya.
Salah satu warga yang mengadukan perampasan itu, Sutarman, menyebutkan, jika sebenarnya kasus yang dialami telah mendapat support Komnas HAM dan Ombudsman. Bahkan secara resmi, Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi kepada Wali Kota Airin agar segera menuntaskan penanganan yang dialami warganya.
“Kami sudah bersurat beberapa kali kepada Ibu Wali Kota, tapi tidak direspon. Baru-baru ini, kami serahkan surat rekomendasi dari Komnas HAM kepada Wali Kota. Mudah-mudahan, jeritan kami membuat Pemkot Tangsel dan BPN berani menunjukkan kewenangannya atas bukti-bukti yang ada,” ungkap Sutarman.
Sutarman memiliki girik Nomor C 913, tapi di atas tanah tersebut terbit SHGB oleh pengembang. Padahal girik tersebut tidak pernah dijual, karena setelah ditelusuri tidak ada catatan jual-beli di Kecamatan Serpong.
Sedangkan kasus yang dialami Ibu Lamsiah adalah perampasan tanah warisannya yang berada di Lengkong Gudang, Serpong, seluas 9800 meter oleh perusahaan swasta. Hal itu telah berlangung sejak 5 tahun lalu, namun tak ada penyelesaian hingga saat ini.
Berikutnya kasus yang menimpa H Abu, di mana tanahnya seluas sekira 5000 meter dikuasai perusahaan. Begitupun dengan Kahar, dia mengadukan penyelesaian perampasan tanah mewakili keluarga ahli waris. Di mana disebutkan, tanahnya dipinjam untuk asrama suatu institusi negara seluas 6 hektare yang sampai saat ini belum dikembalikan.
“Kami ini orang awam, nggak ngerti prosedur harus mengadu ke siapa aja, dan itu butuh biaya. Sedangkan yang dihadapi itu perusahaan besar semua, kita berharap ada mukzizat yang turun sehingga keadilan itu bisa kami temukan,” tutur Ibu Lamsiah.
Menanggapi pengaduan itu, anggota DPRD Tangsel Aji K Bromokusumo menjanjikan, akan segera memediasi dengan memanggil semua pihak terkait. Di luar itu, masalah tersebut nantinya disampaikan ke DPP Partai, lalu dikaji dan diteruskan ke Wakil Menteri ATR/Kepala BPN Surya Tjandra.
“Masalah ini akan kami bawa ke DPP, sebelum kita sampaikan ke Wamen. Karena itu kader partai kami juga. Waktunya sedang kami siapkan. Karena saat ini, tentu kami masih menganggap sebagai dugaan, jadi akan kami kaji lalu kami mediasi dengan semua pihak,” tukas legislator dari Fraksi PSI Tangsel itu.(bli)