Monitor, Tangsel – Jual-beli atas lahan seluas 8 hektare di kawasan Pondok Petir, Bojongsari, Depok, kini mulai dipersoalkan. Sebab dikatakan, sebagian besar lahan yang mencapai luas 5,7 hektare di dalamnya dimiliki oleh ahli waris yang tak mengetahui adanya transaksi itu.
Jual-beli lahan itu sendiri diduga kuat melibatkan jaringan mafia tanah. Di mana aset ahli waris 5,7 hektare bisa pindah tangan diperjualbelikan tanpa sepengetahuan pemiliknya yang sah.
Penjualan lahan berlangsung lancar lantaran ada beberapa oknum yang terlibat, di antaranya oknum anggota dewan di Kota Tangerang Selatan berinisil AS, oknum kelurahan, hingga oknum kecamatan.
Monitor coba mengonfirmasi Lurah Pondok Petir, Rizal Farhan. Dia menjelaskan, tak tahu-menahu jika dalam penjualan lahan 8 hektare itu terdapat pula lahan milik orang lain. Namun begitu, Rizal mengakui bahwa turut menandatangani surat keterangan atas lahan tersebut.
“Saya hanya berikan surat keterangan tercatatnya saja, bukan surat jual beli. Saya denger sih begitu sudah dibayar. Saya tahu tanah itu punya JW. Namun saya tidak tahu ada tanah yang terbawa,” tutur Rizal, Senin (15/03/21).
Lahan seluas 5,7 hektare yang turut diperjualbelikan itu adalah milik IF dan ahli warisnya. Sedangkan sisanya sebesar 2,5 hektare dimiliki oleh JW. Sejatinya lahan milik JW lah yang memang akan dijual kepada pembelinya.
Namun karena pembeli membutuhkan lahan lebih luas, maka beberapa oknum menyerobot lahan milik IF lalu menjualnya pula kepada pembeli. Kasus itu mencuat belakangan ini, setelah muncul kejanggalan dalam praktik jual-beli tanah di lahan 8 hektare tersebut.
Menurut Lurah Rizal, dia seringkali didatangi orang-orang yang mengaku utusan ahli waris IF. Mereka memintanya untuk membuat surat yang menunjukkan lokasi lahan IF. Namun karena khawatir bermasalah, Rizal memilih menolaknya sampai dia bertemu langsung dengan IF atau ahli warisnya.
“Memang cerita itu sejak saya jabat di sini bang. Ada yang mengaku memiliki lahan seluas 5700 meter atas nama IF. Namun, sampai saat ini warga yang mengaku memiliki lahan tersebut belum juga muncul di hadapan saya,” jelasnya.
Lurah Rizal juga membantah, bahwa penjualan lahan 8 hektare itu berlangsung atas andil darinya. Disebutkan, atas jasanya tersebut dia menerima imbalan uang sebesar Rp500 juta.
“Kalo abang bantu jualin tanah di wilayah sini, yah kebagian juga kan. Wajar itu mah,” terangnya menampik tudingan itu.
Mengonfirmasi soal penjualan lahan 8 hektare itu, Monitor coba menghubungi pihak pembelinya dari PT Sahid. Dari sana didapat keterangan bahwa praktik jual-beli lahan yang dimaksud telah rampung. Kemudian, pihak pembeli menyarankan wartawan untuk menanyakan hal tersebut ke oknum anggota DPRD Tangsel, AS.
“Sudah selesai, sudah ada transaksi. kalau masalah yang kami beli ada tanah yang masuk di dalamnya itu sih bapak silahkan hubungi penjualnya saja. Ke Pak AS aja ya pak,” kata Bahrudin yang mewakili PT Sahid.
Untuk menjaga keterangan yang berimbang, Monitor juga langsung menghubungi AS melalui sambungan telepon. Namun AS enggan menjelaskan secara detail soal kasus penjualan lahan 8 hektare itu. Dia justru meminta waktu untuk membahasnya lebih dulu dengan Kelurahan Pondok Petir.
“Kan saya mah cuma diamanahkan dari pemilik awal, dan keterkaitan ini nanti kordinasi sama pihak kelurahan, pihak-pihak setempat. Kita kan ngikutin SOP. Kalau itu, nanti saya kordinasi dulu sama pak lurah ya bang,” jelasnya singkat.
Hingga saat ini, Monitor terus menggali keterangan dari berbagai sumber guna mengonfirmasi dugaan keterlibatan jaringan mafia tanah dalam praktik jual-beli lahan tersebut.(bli)