Monitor, Tangsel – Sengketa lahan yang melibatkan warga dengan pengembang di wilayah Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), kian meluas. Kini pihak salah satu warga melaporkan hal itu kepada Komisi Informasi Provinsi (KIP) Banten, lantaran adanya ketidak terbukaan pemerintah daerah mengenai surat-menyurat bukti kepemilikan lahan.
Mulanya, pengaduan oleh ahli waris bernama Sutarman Wahyudi ditujukan kepada KIP Provinsi Banten. Pengaduan itu ditempuh, setelah Sutarman menanyakan kepada pihak
Kecamatan Serpong terkait ada atau tidaknya pelepasan hak atas girik C913 persil 36a dan persil 41d.
Lahan yang dimaksud itu sebenarnya milik orang tua Sutarman, yakni Rusli Wahyudi. Luasnya tercatat sekira 2,5 hektar yang terletak di Desa Lengkong Gudang Timur, Kecamatan Serpong. Rusli Wahyudi membelinya dari The Kim Tin, pihak pertama dalam girik tahun 1958 itu.
“Surat girik atas nama The Kim Tin. Jadi pada saat hendak dibuatkan jual-beli di Kelurahan Serpong, surat tersebut diserahkan ke Kelurahan Lengkong Gudang, tetapi sampai hari ini girik itu hilang dan tidak pernah kembali,” terang Sutarman kepada wartawan saat akan memulai sidang KIP di Kecamatan Serpong, Kamis (28/3/2019).
Diatas lahan tersebut, kini telah berdiri komplek perumahan yang dibangun oleh pengembang tertentu. Sementara, girik atas lahan itu dinyatakan hilang tanpa ada kejelasan. Kasusnya sendiri pernah ditangani pihak kepolisian, namun terganjal di Kecamatan Serpong.
“Pihak kepolisian telah bekerja menelusuri tetapi terhambat di Kecamatan Serpong.
Kami tidak tahu kapan persisnya surat girik tersebut hilang, yang kami tahu girik itu telah terjadi pelepasan hak pada tanggal 18 Februari 1993, yang luasnya tinggal 2,2 hektare. Kami curiga ada oknum yang bemain,” sambungnya.
Sutarman pun lantas melayangkan surat permintaan penjelasan ke Kecamatan Serpong. Surat itu berisi pertanyaan mengenai ada-tidaknya akte jual beli atau pelepasan hak atas girik lahan orang tuanya, yang kini telah dikuasai pihak lain.
“Kami telah bersurat kepada Kecamatan Serpong itu selama enam bulan tidak dijawab. Jadi kami sebenarnya hanya minta informasi saja, ada atau tidak pelepasan hak atau jual beli lahan itu. Tapi pihak Kecamatan Serpong tetap saja enggan memberikan informasi tersebut,” ucapnya lagi.
Sementara itu, Wakil Ketua KIP Banten, Maskur menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008, semua badan publik dari tingkat atas sampai tingkat bawah harus terbuka dan transparan terkait informasi yang dibutuhkan dan diminta masyarakat.
“Masyarakat hak haknya terjamin. Apabila ada masyarakat yang ingin mendapatkan informasi pada badan publik, baik itu eksekutif, yudikatif dan badan-badan lain ajukan saja permohonan, silahkan. Bilamana haknya tidak terpenuhi, silahkan sengketakan ke KIP sesuai prosedur yang berlaku,” ulas Maskur.
Dijelaskan Maskur, bahwa pemerintah daerah harus mematuhi ketentuan tentang keterbukaan informasi publik. Hal itu guna mewujudkan penyelenggaraan good governance. Sehingga segala kebijakan yang diambil, dapat diawasi langsung oleh masyarakat luas.
“Kita mendesak semua harus mengikuti ketentuan itu. Pemerintah daerah harus transparan soal apapun,” tegasnya.
Dalam sidang KIP Banten yang digelar untik ketiga kalinya itu terungkap, bahwa ;
1. Surat Pelepasan Hak tanggal 18 Februari 1993, dengan keseluruhan luas tanah tercatat sekira 2,3 hektare. Sedangkan Keputusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2010 luas lahan itu adalah 2,5 hektare. Oleh karenanya, Hakim Majelis KIP Banten menilai sangat kontradiktif. Bagaimana mungkin Surat Pelepasan Hak berbeda luasnya dengan putusan MA.
2. Surat Pelepasan Hak kepada pengembang dengan keseluruhan luas tanah sekira 2,3 hektare, transaksinya tertanggal 18 Februari 1993. Lalu didapatkan ada surat Lurah bernomor : 594/29/Pem-Per/V/1993 tertanggal 31 Mei 1993, yang menyatakan tidak pernah ada transaksi jual beli dan atau pelepasan Hak.
Dengan begitu, Hakim Majelis KIP menyatakan ada kejanggalan, bagaimana mungkin ada Surat Pelepasan Hak pada tanggal 18 Februari 1993, namun pihak Kelurahan setempat menyatakan pada tanggal 31 Mei 1993 belum pernah ada transaksi pelepasan hak atau Pembuatan Akta Jual beli.
3.Pihak Kecamatan menyatakan bahwa Surat Pelepasan Hak atau akta jual beli tanah Girik selalu diregistrasi dan tercatat di Kecamatan Serpong. Namun ternyata untuk Girik C 913 atas nama The Kim Tin justru tidak tercatat.
4.Didapatkan adanya transaksi pada tahun 1993, bahwa PT Supra Veritas yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan itu ternyata perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Dimana UU menyatakan, bahwa perusahaan PMA tidak bisa memiliki tanah sesuai UU Agraria tahun 1960.(bli)