Monitor,Tangsel – Perkumpulan para pedagang pulsa dan pemilik outlet seluler yang tergabung dalam Kesatuan Niaga Celluler Indonesia (KNCI) mengaku mengalami kerugian hingga Rp500 miliar atas dinonaktifkannya sekira satu juta kartu perdana oleh operator Telkomsel. Oleh karenanya, mereka mendesak agar operator mengaktifasi ulang kartu perdana tersebut.
Pengetatan kebijakan registrasi kartu perdana ini keluar berdasarkan Ketetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nomor 3 Tahun 2018 yang melarang terjadinya registrasi Mobile Subscriber Integrated Services Digital Network Number (MSISDN) dengan jumlah yang tak terbatas.
Perwakilan KNCI se-Provinsi Banten itu mendatangi kantor operator Telkomsel di bilangan BSD, Jalan Raya Serpong, Lengkong Karya, Serpong Utara, Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (28/2/2019). Massa selanjutnya menggelar audiensi dan mendesak Telkomsel memenuhi tuntutannya.
“Kami dari asosiasi pedagang pulsa se Indonesia, mendatangi operator Telkomsel regional Jawa Barat dan Banten. Kami ingin mengklarifikasi adanya penghangusan sepihak kartu perdana kami sebagai pedagang seluler, sebagai reaksi atas surat edaran BRTI 10 Januari 2019,” kata Tatang Bunyamin, Sekjen DPP KNCI usai pertemuan itu.
Dijelaskannya, penghapusan sepihak itu telah merugikan seluruh pedagang kartu perdana. Jika ditotal, maka angka kerugiannya mencapai Rp500 miliar untuk sekira sejuta kartu perdana yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 400 miliarnya dialami oleh pedagang di Provinsi Banten dan Jabotabek.
“Jumlah kerugian yang kami alami dari dampak penghangusan ini adalah Rp500 miliar lebih. Untuk Banten dan Jabotabek sekira 300 sampai 400 miliar,” ucapnya.
Menurut Tatang, KNCI dari sejumlah Kota dan Provinsi lain telah menggelar tuntutan serupa terhadap kantor operator Telkomsel di wilayahnya masing-masing, misalnya Aceh, Sumatera Utara, Pekanbaru, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali. Pihaknya pun telah berkirim surat ke BRTI agar dilibatkan dalam perundingan lanjutan antara BRTI dan Operator.
“Edaran BRTI itu untuk dilaksanakan oleh semua operator, operator lain juga menerapkan hal ini. Tapi dampak yang paling utama itu dari operator Telkomsel, data di kami itu ada sekira satu jutaan lebih nomor perdana,” sambungnya.
Masih kata dia, penghangusan sepihak oleh operator Telkomsel sangat memukul para pedagang, terlebih lagi bagi mereka yang menjual kartu-kartu perdana cantik. Dia menyebutkan, kerugian untuk satu nomor perdana cantik bisa mencapai angka ratusan juta rupiah.
“Dampak paling besar kerugian adalah para penjual nomor cantik. Paling mahal bisa sampai ratusan juta untuk satu nomor perdana,” tambahnya lagi.
Lebih lanjut dia meminta agar pihak regulator BRTI bisa memberi kebijakan terkait nomor-nomor kartu perdana yang telah nonaktif di lakukan aktifasi kembali sambil menunggu solusi terbaik, dan tak merugikan siapapun.
“Kami memohon kepada pihak BRTI bisa memberikan kebijakan, bahwa nomor yang sudah hangus akibat efek edaran BRTI 10 Januari 2019 itu diaktifkan kembali. Lalu saat ada regulasi yang ditetapkan oleh BRTI yang dilaksanakan oleh operator, seyogyanya kami juga dilibatkan,” harapnya.
Sementara itu, pihak Telkomsel menyatakan bahwa mereka akan menampung lebih dulu aspirasi yang diminta oleh KNCI Banten tentang aktifasi kartu yang telah hangus.
Namun begitu, operator Telkomsel tak bisa memutuskan apapun karena tetap harus menunggu kebijakan final soal registrasi prabayar tersebut.
“Kami tidak memutuskan apa-apa, tapi kami menampung aspirasi dari teman-teman KNCI. Keputusan finalnya akan keluar dari pihak BRTI atau Kementerian Kominfo yang memang kompeten membuat kebijakan registrasi prabayar,” terang Aldin Hasyim, Manager Corporate Communication Telkomsel Area Jabotabek Jawa Barat.
Disampaikannya, penghapusan nomor tersebut telah ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan BRTI dan Kemenkominfo. Khususnya menghapus nomor keempat yang diregistrasi oleh NIK yang sama.
“Jadi satu orang itu hanya boleh memiliki tiga nomor, dan nomor keempatnya akan kami lakukan penghapusan. Efeknya memang penghapusan ini membuat mereka selaku pedagang resah, karena nomornya yant tadinya siap dijual jadi tidak bisa. Ini harus dimediasi, karena kami mengikuti kebijakan dari BRTI dan Kemenkominfo,” tandasnya.(bli)