Monitor, Tangerang- Istilah agitasi, propaganda, dan retorika atau yang sering disebut AGITOP (Agitasi, Orasi dan Propaganda) adalah bagian dari “cara” berkomunikasi.
Demikian diungkapkan, Zulpikar saat menjadi pemateri dalam kegiatan latihan kepemimpinan mahasiswa di STTM Muhammadiyah, Tangerang, baru-baru ini.
Sebetulnya, kata Zulpikar, ada banyak cara berkomunikasi lainya seperti penerangan, jurnalistik, humas, publisitas, pameran, dan lain-lain.
“Seperti apa yang menjadi tujuan umum dari komunikasi maka AGITOP ditujukan juga untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku orang lain seperti yang diharapkan oleh komunikator (pengirim pesan),” kata Zulpikar.
Menurut Zulpikar, AGITOP menjadi penting bagi organisasi masyarakat (ormas) maupun partai politik (parpol) hingga perusahaan komersial, karena menyangkut upaya-upaya untuk mecapai kemenangan maupun mempengaruhi sikap, pendapat maupun perilaku dari pihak-pihak lain baik itu pihak musuh (politik, ideologi, saingan bisnis), pihak netral maupun kawan.
Bagi ormas atau Parpol, jelas Zulpikar, muara dari AGITOP ditujukan bagi sasaran pencapaian ke arah cita-cita perubahan sosial dari ideologi ormas, atau parpol yang bersangkutan.
Lebih jauh Zulpikar menjelaskan, seorang Komunikator (agitator, propagandator, ataupun orator) yang baik, setidak-tidaknya harus mengerti unsur-unsur dasar komunikasi.
“Pakar komunikasi Harold Lasswell (1972) menyebutnya dalam pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (Siapa mengatakan apa melalui apa untuk siapa dan pengaruhnya apa ?). Siapa (Komunikator), mengatakan apa (Pesan), melalui apa (Media), untuk siapa (komunikan/penerima pesan), pengaruhnya apa (efek),” paparnya.
Analisa yang mendalam terhadap unsur-unsur komunikasi itu, ungkap Zulpikar, juga akan turut mempertajam strategi komunikasi bagi sebuah organisasi.
Sementara, tambah Zulpikar, agitasi yang berarti hasutan kepada orang banyak untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya, biasanya dilakukan oleh tokoh/aktivis partai politik, ormas dan lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan.
Zulpikar menyebutkan, dikarenakan kegiatan agitasi yang cenderung “menghasut” maka seringkali disebut sebagai kegiatan “provokasi” atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan.
Bentuk agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis kelompok (massa).
Sebagai seorang aktivis mahasiawa, kita harus bisa memposisikan diri dengan tujuan-tujuan organisasi kita, karena organisasi mahasiswa bukan parpol, bukan LSM. Organisasi mahasiswa murnibmenyuarakan kepentingan rakyat.
“Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai pemicu dalam proses agitasi, adalah adanya Perbedaan kepentingan, Ketegangan sosial, Tumbuh dan menyebarnya keyakinan untuk melakukan aksi,” pungkasnya.(mul/mt01)