Monitor, Tangsel – Guna meringankan para wajib pajak melakukan kewajiban membayar pajak ditengah pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Tangerang Selatan kini menerbitkan Peraturan Wali Kota Tangsel Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghapusan Sanksi Administratif Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Terutang untuk Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir.
Seperti diketahui, akibat pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 lalu hingga kini, mayoritas hotel dan restoran di Tangerang Selatan menghentikan sementara operasionalnya. Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangerang Selatan, mengakui kehilangan pendapatan hingga 80 persen sejak minggu ketiga Maret 2020.
Ketua PHRI Kota Tangsel, Gusri Efendi mengungkapkan bahwa mayoritas hotel dan resto di Tangsel tutup dan tidak beroperasi. Dengan tidak beroperasinya bisnis hotel dan restoran, maka 300 jenis usaha pendukung industri tersebut juga ikut terseret pelemahan ekonomi.
“Bisnis hotel dan restoran itu turunannya banyak sekali, dari pertanian sayur mayur, buah, penyuplai ikan, ayam, daging sampai laundry. Ini babak belur. Maka ini harus segera dicari solusinya,” kata Gusri.
Setiap tahunnya jelas Gusri, industri hotel dan restoran di Tangsel bisa membukukan pendapatan hingga Rp3,4 triliun. Dengan kata lain, mampu menyetorkan pajaknya hingga mencapai Rp300 miliar.
“Sumbangan pajak kita untuk daerah sangat besar, setahun hotel dan restoran di Tangsel penerimaannya mencapai Rp3,4 triliun. Pajaknya, sampai Rp300 miliar,”ujarnya.
Sementara itu, menghadapi Pandemi Covid-19, Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal melalui Keppres No.12/2020 sejak 13 April 2020, yakni ditetapkannya sebagai bencana nasional. Berbagai kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan/ atau pemenuhan kewajiban perpajakan akibat adanya pandemi COVID-19. Salah satunya yaitu berkaitan dengan proses pemeriksaan.
Pemerintah melalui Perpu No.1/2020, Surat Edaran Nomor SE-13/PJ/2020, dan Surat Edaran Nomor SE-22/PJ/2020 telah mengatur beberapa kebijakan atau petunjuk pelaksanaan sehubungan dengan proses pemeriksaan selama periode keadaan kahar akibat pandemi COVID-19.
Kepala Bidang Pemeriksaan Cahyadi menjelaskan bahwa PERPU No.1/2020 dan SE-22/PJ/2020 telah mengatur perpanjangan jangka waktu penerbitan surat “ketetapan pajak (SKP) sehubungan dengan permohonan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP menjadi paling lama 18 bulan apabila jangka waktu tersebut berakhir dalam periode 29 Februari 2020 sampai dengan 29 Mei 2020 sesuai Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, Cahyadi mengatakan, menghadapi Covid-19, penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak terutang untuk pajak restoran, pajak hotel dan pajak parkir sebagaimana tertuang dalam Perwal Tangsel nomor 15 tahun 2020 mengacu kepada surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2436/SJ tentang pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan pemerintah daerah tanggal 17 Maret 2020 di minta kepada walikota untuk memperkuat ekonomi masyarakat melalui pemberian insentif/stimulus berupa pengurangan atau penghapusan pajak dan retribusi daerah bagi pelaku usaha termasuk UMKM yang ada di daerah untuk menghindari penurunan produksi dan PHK massal.
” Pelaksanaan penghapusan sanksi administratif di berikan kepada wajib pajak yang melunasi pajak terutang paling lambat bulan Agustus 2020. Setiap wajib pajak mengisi SPTPD sesuai dengan ketentuan yang berlaku. SPTPD di isi dengan jelas, benar dan lengkap serta di tanda tangani oleh wajib pajak atau kuasanya. Dan SPTPD disampaikan kepada Kepala Bapenda paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak,” tambahnya.
Seperti di ketahui, SE-13/PJ/2020 telah mengatur beberapa kebijakan sebagai berikut;
- Tidak ada Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) baru yang diterbitkan;
- SP2 yang sudah terbit dan belum disampaikan, ditunda penyampaiannya, kecuali SP2 atas SPT Lebih Bayar
- SP2 yang sudah terbit dan sudah disampaikan, tetap dilanjutkan sesuai prosedur yang berlaku;
- Komunikasi, peminjaman dokumen, pemanggilan WP, agar dilakukan tanpa kontak fisik, namun dilakukan melalui email, telepon, chat, dan saluran online lainnya;
- Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), tanggapan, undangan, dan dokumen terkait disampaikan kepada Wajib Pajak melalui faksimili atau saluran online lainnya;
- Closing conference diupayakan melalui video conference, untuk pemeriksaan yang jatuh tempo (terutama pemeriksaan SPT Lebih Bayar);
- Berita Acara (BA) dapat ditandatangani melalui surat menyurat atau masing-masing pihak membuat surat pernyataan persetujuan atau penolakan.
- Beberapa prosedur terkait pemeriksaan dalam masa pandemi COVID-19 telah diatur dalam Perpu No.1/2020, SE-13/PJ/2020, dan SE-22/PJ/2020. Namun, terdapat tahapan atau prosedur pemenuhan hak wajib pajak terkait pemeriksaan yang perlu diatur lebih lanjut karena pada praktiknya wajib pajak menemukan kendala apabila harus menerapkan ketentuan yang berlaku.
Tahap atau prosedur pemeriksaan mulai dari penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2), SPHP sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) merupakan satu rangkaian kegiatan yang telah diatur di dalam PMK-17/PMK.03/2013 s.t.d.t.d. PMK-184/PMK.03/2015.
Dalam masa Covid-19, apabila ada perubahan terhadap norma hukum dalam peraturan tersebut, diharapkan dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif. Tujuannya, agar jangan sampai prosedur yang sama-sama terkena dampak pandemi COVID-19, tetapi diatur berbeda.
Selain harmonisasi hukum, pemanfaatan layanan elektronik untuk proses pemeriksaan dalam masa pencegahan penyebaran COVID-19 saat ini sangatlah penting untuk memudahkan interaksi dan menjaga keamanan wajib pajak dan pegawai Ditjen Pajak.
Masa pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Ditjen Pajak sendiri diperpanjang dari yang semula tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 21 April 2020 menjadi tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 29 Mei 2020 sesuai SE-23/PJ/2020. Dengan adanya SE ini, masa berlaku penghentian sementara aktivitas tatap muka di tempat pelayanan perpajakan secara otomatis juga diperpanjang.
Penyampaian permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan SPHP, penyampaian pengungkapan ketidakbenaran SPT, penyampaian permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim QA tentunya menjadi tidak dapat dilakukan secara langsung. (ADV)