Monitor,Tangsel- Etalase Community (eCOMM) mengadakan diskusi publik mengenai industri ekonomi
digital, salah salah satu topik yang banyak didiskusikan karena memberi pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi.
Era digital saat ini bisa ditinjau dari beberapa sisi, ada yang menjadikan sebagai peluang untuk diambil pemanfaatannya. Namun tak sedikit pula yang justru terdampak pada penyimpangannya, dimana kecanggihan digitalisasi membuat celah baru bagi kehadiran nilai-nilai yang merusak keadaban bermasyarakat.
Diskusi bertema “Revolusi Digital: Paradoks Kecerdasan” itu menghadirkan beberapa pembicara, diantaranya ; H. Witjaksono Abadiman S.B.Sc, MM selaku pengusaha profesional, Miz Farhadhiba yang merupakan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Paradigma Baru Tangerang Selatan (Tangsel), Chairus Sabri, S.Pd sebagai Ketua Yayasan Sakola, serta moderator Apria Roles Saputro, S.E selaku Founder eCOMM.
Tema digital yang dibahas, cukup mendapat respon positif dari peserta diskusi yang hadir di aula asrama putri PMII Cabang Ciputat.
Hal demikian terlihat dari kehadiran Civitas akademika mahasiswa UIN Jakarta,
aktivis PMII cabang Ciputat, peserta didik dari Yayasan Sakola, serta masyarakat umum lainnya.
Menurut Witjaksono Abadiman, merebaknya industri digital kini membuat usaha yang dikelolanya mau tak mau mesti mengalami penyesuaian. Penyesuaian itu meliputi banyak faktor, salah satunya adalah promosi bisnis, dimana menyebabkan pula terjadinya persaingan kencang sesama pebisnis.
“Saya mengalami sendiri, sebagai wirausahawan pasti industri digital ini membawa segudang peluang dan tantangan bagi usaha yang kita jalani,” katanya dalam diskusi itu, Selasa (18/12/2018) malam.
Menambahkan itu, Miz Farhadhiba kemudian mengajak mahasiswa dan generasi muda mengambil peluang baru dari perkembangan era digital saat ini. Namun upaya itu harus didasari pula pada kemandirian dan rasa trus (kepercayaan) sejak awal.
“Betapa pentingnya
membangun karakter kemandirian serta trust dalam kegiatan sosial dan
ekonomi,” ujarnya.
Dikatakan Farhadhiba, batik dan parfum merupakan produk yang memiliki pasar yang cukup besar. Oleh karenanya, jika generasi muda ataupun mahasiswa ingin berbisnis bisa berkolaborasi dengan UMKM yang ada guna memasarkan 2 produk tersebut.
“Bisa berkolaborasi dengan UMKM untuk memasarkannya, jadi ada keuntungan finansial yang kita dapatkan,” sambungnya.
Namun begitu, selain menjadikannya peluang, era teknologi digital harus dibarengi dengan semangat literasi digital pada para penggunanya. Sehingga, media sosial tidak lagi menjadi wadah penyebaran ujaran kebencian (hate speech), hoax, maupun fitnah yang pada akhirnya jika dibiarkan akan
terjadi apa yang disebut dengan istilah Silent Killer (Pembunuhan tersembunyi).
“Dengan keterbukaan ini kita sebagai pengguna media sosial harus bijak dan cerdas dalam
mengggunakan teknologi digital ini,” ungkap Chairus Sabri.
Pemaparan terakhir diskusi publik ini disampaikan oleh Ustad Badhawi. Beliau
memberikan nasihat tentang pentingnya menanamkan nilai-nilai agama serta implementasi nilai-nilai Aswaja dalam kehidupan.
“Setiap orang yang bertransformasi ke era kemajuan digital, butuh kekuatan spritual, seperti penerapan tawassut,
tasamuh, tawazzun, sehingga mencegah penyebaran berita-berita hoax, ujaran-ujaran
kebencian, serta fitnah yang berkembang di masyarakat, apalagi tahun ini memasuki tahun politik,” tukasnya.(bli)