Mengungkap PPDB Titipan di Tangsel, Oknum Pejabat, Ormas, LSM, hingga Wartawan Bermain

oleh -
SMAN 3 Kota Tangsel

Monitor, Tangsel – Kasus dugaan pelanggaran etik dan tindak pidana atas Lurah Benda Baru, Kecamatan Pamulang terus berjalan. Hal itu dipicu amarah tak terbendung Saidun, usai 2 siswa titipannya gagal masuk SMAN 3 Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Kasus Lurah Saidun pun jadi momentum untuk memerbaiki proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tangsel dan Provinsi Banten ke depan. Karena rupanya, selama ini masih cukup banyak jalur-jalur gelap yang ditempuh untuk bisa masuk SMP atau SMA Negeri.

Monitor coba mewawancarai salah satu sumber di Dinas Pendidikan berinisial BCL. Dia terlibat langsung dalam transaksi titip-menitip itu. Perannya sangat penting, yakni menjadi pengarah untuk mengatur berkas serta dokumen calon siswa yang masuk melalui jalur titipan.

BCL menuturkan, kuota jalur titipan sebenarnya telah disiapkan setiap masa penerimaan siswa baru tiap tahun. Kuota itu pun dibagi-bagi. Misalnya untuk satu sekolah menerima sekitar 300-an siswa baru, maka sekira 10 persennya adalah untuk jalur titipan.

“Memang tergantung kuota yang ada di sekolah juga, contoh ada 1 sekolah sediakan kuota siswa baru sebanyak 10 kelas. Lalu 8 kelasnya udah full, maka ya sisanya 2 kelas itu diperebutin buat titipan,” katanya di kawasan Pamulang, Senin (27/7/2020).

Dijelaskan dia, total ada 23 SMP Negeri di Kota Tangsel dengan kuota siswa baru hingga sekira 10 ribu siswa pada tahun ini. Dari jumlah itu, maka 10 persennya atau 1000 slot siswa adalah jatah khusus titipan.

Sedangkan untuk SMA Negeri tak jauh berbeda, meski kewenangannya berada di Provinsi Banten. Saat ini, ada 12 SMA dan 5 SMK Negeri di Tangsel dengan kuota siswa baru tiap tahun mencapai sekira 6 ribu siswa. Artinya ada jatah slot sekira 600 siswa titipan.

“Rata-rata 10 persen harus nyediain slot itu tiap sekolah. Karena di Tangsel ini kan banyak juga kepentingan sama pihak lain, makanya disediain jatah titipan,” sambungnya.

Mereka yang diberikan jatah siswa titipan pun beragam. Dari mulai oknum pejabat, politisi, LSM, Ormas, hingga oknum wartawan. Biasanya, terang BCL, berkas dan dokumen siswa titipan tingkat SMP diserahkan kepadanya terlebih dahulu di Dinas Pendidikan. Sebelum nantinya disebar ke sekolah tujuan.

“Berkasnya semua masuk kita dulu, nanti kita kumpulin semua kepsek buat kuota-kuota itu. Nanti kan ada jatah buat pejabat, dewan juga ada, pakai nama LSM, jatah slot buat Ormas, sama buat wartawan juga ada. Paling banyak itu buat Ormas, karena dulu pernah kejadian sekolah diblokir gara-gara titipan nggak lolos, kita nggak mau itu terulang kan. Kita jaga komunikasi bagaimana caranya biar semua tertib,” jelasnya.

Meski begitu, BCL menegaskan bahwa perannya hanya menjembatani saja antara aspirasi masyarakat dengan sekolah tujuan. Tak ada penarikan uang yang diminta dinas pendidikan dari jalur siswa titipan itu. Hanya saja, dia tak tahu-menahu jika dari oknum-oknum tersebut meminta imbalan uang dari calon siswa.

“Kita nggak pernah minta uang, nggak tahu kalau di luar itu. Tapi dengan zonasi ini, agak mendingan konsentrasi tujuan siswa terpencar ke tempat tinggal masing-masing. Nggak seperti dulu, yang pinter kumpul di sekolah negeri tertentu,” ucapnya.

Monitor juga memeroleh keterangan dari salah satu wartawan yang kerap main mata dengan pihak sekolah untuk siswa titipan. Oknum berinisial OR itu mengakui, bahwa untuk titipan 1 siswa dia mendapat keuntungan bersih berkisar antara 5 hingga 8 juta. Sedangkan sisanya harus dibagi ke pihak sekolah untuk membantu proses pembangunan.

“Tergantung kita negonya, kalau dia kita lihat orang mampu bisa sampai 15 jutaan. Tapi nanti kan dibagi-bagi, bersih sampai kita 8 jutaan. Siswanya sudah pasti masuk,” terangnya.

Kalangan oknum-oknum itu biasa menyebut istilah siswa titipan itu dengan kalimat “titip anak embe”. Mereka saling kenal satu sama lain, meskipun memiliki latar belakang profesi berbeda. Jejak mereka sulit diendus, lantaran hanya sedikit orang yang mengetahui akses jaringan tersebut.

Sementara, Pengamat Pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Kusuma, menyebut, praktik siswa titipan seperti itu sebenarnya terjadi juga di daerah lain dengan modus yang sama. Tapi di Provinsi Banten, khususnya Kota Tangsel dan Kota Tangerang menjadi hal yang biasa dilakukan.

“Kalau di SD modusnya titip bangku. Harganya untuk SD antara 500 sampai 1 juta kalau mau masuk SD favorit. Iya, memang banyak. Dibagi-bagi ke komite, anggota dewan, wartawan, dan lain-lain, banyak. ini sudah biasa. Modus titip bangku atau jual beli ini akan selalu ada selama pengelola sekolah tidak berintegritas,” katanya terpisah.

Ditambahkan dia, untuk jenjang SMA Negeri maka tarif 1 siswa titipan bisa mencapai Rp15 hingga Rp20 jutaan jika ingin masuk sekolah favorit. Kondisi demikian membuat suram masa depan pendidikan di Indonesia, lantaran sejak di bangku sekolah sudah diperkenalkan praktik ilegal.

“Pemerintah harus tegas dalam hal ini. Karena ini merugikan hak hak pendidikan rakyat,” tandasnya.(bli)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.