Menolak Perda Syariah dan Injil, Pentolan FPI Tuding PSI Anti Pancasila

oleh -

Monitor, Tangsel- Sikap penolakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) atas diberlakukannya Peraturan daerah (Perda) Syariah maupun Injil di beberapa daerah menuai kecaman. Pentolan Front Pembela Islam (FPI), Habib Novel Bamukmin, bahkan menuding jika partai yang baru berumur 4 tahun itu anti pancasila.

“Sikap itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, baik sila pertama Ketuhanan yang maha Esa, maupun sila lainnya. Sila ketuhanan yang maha Esa sudah jelas mengatur rakyat Indonesia untuk mengaplikasikan kehidupan beragamanya dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Bamukmin dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (13/11/2018) malam.

Statemen itu dilontarkan Ketua Umum PSI Grace Natalie pada perayaan Festival11 di ICE BSD, Pagedangan, Tangerang, Minggu 11 November 2018. Menurut Grace, PSI akan konsisten memerangi intoleransi di tanah air, termasuk menolak adanya Perda Syariah dan Injil di Aceh maupun di Papua.

“Kalau memang di daerah mayoritas islam, silahkan saja untuk berupaya menerapkan Perda Syariah, tentunya dengan penjajakan sesuai kebutuhan dan musyawarah. Begitupun kalau daerah itu mayoritas beragama Kristen, boleh-boleh saja menerapkan Perda Injil selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan kepentingan rakyat Indonesia,” jelas Bamukmin.

Dikatakannya, jika penolakan tentang Perda Syariah dan Injil itu dituangkan dalam cita-cita perjuangan partai, maka bisa dipastikan PSI sama halnya memerjuangkan adanya bentuk sekulerisme, dimana tak ada ruang bagi warga negara menjalankan ajaran agamanya masing-masing.

“Sebaiknya para tokoh masyarakat dan umat Islam bisa mengajukan pembubaran partai PSI ini lewat jalur konstitusi, karena telah mempunyai landasan ideolgi anti agama,” imbuhnya.

Sementara menanggapi hal demikian, Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Hamka Haq, menuturkan, bahwa apa yang disampaikan mengenai penolakan Perda Syariah dan Injil itu memang telah sejalan dengan semangat konstitusi.

“Memang kalau menurut konstitusi itu tidak boleh ada Perda-Perda seperti itu, karena bisa membawa kepada perpecahan bangsa. Kan dalam suatu daerah itu kan pasti ada juga penganut agama lain. Jadi kalau ada Perda berbau syariah misalnya, jangan dibilang itu Perda Syariah, tidak boleh juga ada Perda Injil,” katanya dikonfirmasi terpisah.

Dia melanjutkan, ada pengecualian pada daerah yang masuk kategori Daerah Istimewa, misalnya Aceh. Meski begitu, harus ada kesepakatan secara umum masyarakat di wilayah itu untuk menerapkan Perda tersebut.

“Banyak Perda syariah yang sudah dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Kecuali jika Perda itu, dianggap bukan sebagai Perda Syariah tapi disepakati oleh semua masyarakat. Tapi jangan bilang ini Perda Syariah, ini Perda bersama,” ujar anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi PDI Perjuangan tersebut.

Dia mencontohkan, bagaimana di suatu Kabupaten wilayah di daerah Papua memberlakukan Perda Minuman Keras (Miras). Perda itu lantas disepakati oleh seluruh kelompok masyarakat, baik yang beragama Islam maupun Kristen. Sehingga jika pelaksanaannya, tak bertentangan dengan konstitusi yang ada.

“Pernah terjadi di daerah Papua, Perda Miras. Perda Miras itu disepakati oleh Muslim dan Kristen, jadilah itu. Boleh kalau disepakati semua,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.