Minat Baca Kurang, Kritikus Sastra Semakin Krisis

oleh -

Monitor, Tangsel- “Krisis Kritikus Sastra Di Era Sastra Populer” menjadi tema dan fokus utama dalam diskusi yang diadakan oleh mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Pamulang (Unpam), di Aula Rektorat Unpam, Tangsel, Banten, Senin (16/1/2018).

Eka Kurniawan penulis novel berjudul ‘Cantik Itu Luka’ dan Kusen, ketua dewan sastra, di Dewan Kesenian Tangerang Selatan (DKTS) menjadi narasumber dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 600 -an peserta yang terdiri dari berbagai kalangan.

Dalam paparan materinya, Eka Kurniawan menjelaskan bahwa krisis kritikus sastra di Indonesia dimulai saat minat baca di Indonesia juga berkurang. Menurutnya minat baca dan sikap kritis itu berbanding lurus.

“Jadi bagaimana kritikus karya itu ada jika minat baca kita saja cukup rendah,” ujarnya.

Selain karena faktor minat baca, penulis yang kini namanya masuk menjadi nominator penghargaan Nobel di bidang sastra itu juga menjelaskan bahwa kritik itu sebenarnya bentuk apresiasi. Terlepas karya tersebut dipandang buruk oleh pembaca, bagi Eka, pembaca berhak memberikan respon apapun.

“Saat ini kita sangat dimudahkan untuk menulis, dan mengkritik juga sangat dimudahkan. Bisa melalui facebook, blog, wordpress dan media daring lain untuk menulis. Namun perlu diingat, mengkritik dan menghina itu beda,” paparnya.

Disisi lain, Kusen, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lulusan Universitas di Rusia ini menjelaskan, bahwa untuk menjadi kritikus sastra memang berat. Kritikus sastra juga harus siap dikritik lantaran kritikannya dalam sebuah karya sastra. Karena metodologi untuk kritik sastra itu cukup banyak.

“beragam pendekatan dalam kritik sastra, jadi memang berat dalam membuat analisis sebuah karya sastra,” ujarnya.

Selain itu, masih kata Kusen, kritik sastra juga biasanya malah melambungkan karya yang di kritik. Seperti contoh gaya penulisan Eka Kurniawan yang sangat vulgar ini malah membuat penasaran orang, dan malah menjadi penggedor dalam kesustraan saat ini.

Sementara itu, ketika ditemui disela acara, Ketua panitia, Jodici Martinley mengatakan, bahwa acara ini sejatinya perwujudan dari rasa rindu mahasiswa sastra Unpam terhadap sastra itu sendiri.

“Acara ini ada karena adanya rasa rindu kami terhadap sastra itu sendiri, terhadap identitas kami sebagai mahasiswa sastra,”ungkapnya.

Dari pantauan di lokasi, acara diskusi yang dihadiri langsung oleh Dekan Fakultas Sastra Unpam, Djasminar Anwar dan beberapa staff pengajar ini berjalan cukup meriah oleh beberapa penampilan hiburan yang disuguhkan oleh mahasiswa.(Ikbal)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.