Monitor, Tangsel- Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Badan Pendapatan Daerah Bidang Pemeriksaan Pajak terus melakukan pembinaan kepada para pelaku usaha di Tangsel untuk meningkatkan kepedulian akan pentingnya pajak daerah dalam menopang pembangunan yang bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Pembinaan kepada para wajib pajak (WP) yang dilakukan Bapenda Tangsel dengan menghadirkan para konsultan pajak selaku narasumber, salah satunya mengajak kepada seluruh pelaku usaha untuk bisa tertib dalam melakukan pencatatan/pembukuan mengenai omzet usaha yang mereka lakukan. Sehingga memudahkan dalam pelaporan pajaknya.
Mekanisme terkait tatacara pemeriksaan pajak daerah yang tertuang pada Peraturan walikota Tangerang Selatan Nomor 11 tahun 2018 juga terus disosialiosasikan kepada para pelaku usaha di Tangsel agar dapat dipahami tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban wajib pajak, kewenangan dan kewajiban pemeriksa serta mekanisme lain seputar tatacara pemeriksaan pajak.
Bapenda Tangsel melalui Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah juga menggelar sosialisasi kepada sejumlah pelaku usaha yang bergerak dibidang restoran untuk wilayah 1 (Pondok Aren dan Ciputat Timur) mengenai Perwal nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Daerah di RM Telaga Seafood, Selasa(26/2/2019).
Kepala Bapenda Tangsel,H.Dadang Sofyan yang turut membuka acara sosialisasi tersebut dalam sambutannya mengatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan bidang pemeriksaan pajak daerah merupakan ajang silaturahmi dan sekaligus wujud pembinaan Bapenda kepada para wajib pajak.
Dengan memahami meknisme yang tertuang pada Perwal nomor 11tahun 2018 diharapkan para pelaku usaha semakin tertib dalam melakukan pencatatan atau pembukuan untuk memudahkan pelaporan pajak.
Selain itu, Dadang juga mengatakan, bahwa pemerintah daerah terus melakukan berbagai inovasi dalam rangka memberikan pelayanan terbaik. “Dari sisi sistem kami juga melakukan perbaikan-perbaikan sistem untuk mempermudah, seperti dengan sistem online yang sudah diterapkan bisa mempermudah para wajib pajak,” bebernya.
Didepan puluhan pelaku usaha Restoran, salah seorang narasumber dari konsultan pajak, Ratnasari menjelaskan bahwa pajak restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, warung, dan semacamnya termasuk jasa boga/katering.
“Biasanya ketika makan di restoran, tidak hanya dikenakan pajak restoran saja, melainkan ada biaya lain yakni biaya pelayanan (service charge). Umumnya, tarif service di restoran sebesar 5%. Namun, sebenarnya tarif biaya pelayanan atau service setiap restoran berbeda-beda. Maksimum pengenaan tarif service adalah 10%. Pengenaan tarif service ini dipungut sebelum pungutan pajak restoran. Maka, jangan heran jika tercantum biaya service dan Pajak Restoran pada struk,” kata Ratna.
Tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10%. Nah, persentase tarif pajak restoran inilah yang membuat banyak orang mengira pajak yang dikenakan ketika membeli makanan/minuman di sebuah restoran dikategorikan sebagai PPN, sambung Ratna.
Pajak restoran berbeda dengan PPN. Jika PPN dipungut oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pajak restoran justru dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Dahulu, pajak restoran disebut dengan Pajak Bangunan 1 (PB1).
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh rumah makan, kafetaria, dan semacamnya. Biasanya, pelayanan yang disediakan meliputi pelayanan penjualan makanan/minuman yang dibeli atau dikonsumsi oleh pembeli. Baik dikonsumsi di tempat maupun dibawa pulang atau dimakan di tempat lain.
Selain itu, ada juga yang tidak termasuk dalam objek pajak, yakni pelayanan yang disediakan restoran yang pengelolaannya tergabung atau menjadi satu manajemennya dengan sebuah hotel. Selain itu, pelayanan yang disediakan oleh suatu restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp 200.000.000/tahun. Sedangkan subjek pajak restoran adalah orang pribadi maupun badan yang membeli makanan atau minuman dari suatu restoran atau tempat makan yang dikunjungi.
Selanjutnya, tarif service charge biasanya tidak melebihi Pajak Restoran. Jadi, rata-rata pengenaan service chargesebesar 5%. Hal yang sama juga diterapkan pada pajak perhotelan. Akan tetapi, biasanya service charge hotel lebih tinggi dari restoran, yakni 10%. Hal ini tergantung kebijakan dari tempat makan atau restoran yang terkait, jelasnya.
“Pengenaan service charge disesuaikan dengan kebijakan pihak restoran, apakah ingin dikenakan atau tidak. Oleh karena itu, Anda mungkin sering kali melihat ada beberapa restoran yang memungut service charge dan ada juga yang tidak. Bila pelayanan di suatu restoran dikenakan service charge, maka tagihan service charge biasanya akan ditambahkan terlebih dahulu pada tagihan belanjaan, sebelum dikenakan pajak restoran,” terang Ratna.
Untuk diketahui, cara menghitung pajak restoran berdasarkan pada pokok pajak restoran yang terutang, yakni dengan mengalikan tarif pajak 10% dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak merupakan sejumlah bayaran yang diterima atau yang seharusnya dipungut oleh restoran.
Pada kegiatan sosialisasi tersebut, banyak pertanyaan yang diberikan para pelaku usaha restoran kepada narasumber dan petugas bidang pemeriksaan pajak, diantaranya mengenai penyimpanan data administrasi yang baik agar tidak hilang meski bertahun-tahun.Sebab hal itu berguna untuk kepentingan pelaporan pajak. Dan jika sewaktu-waktu ada petugas pemeriksaan mereka mudah mendapatkan data yang dibutuhkan.
Menanggapi pertanyaan itu, Kasie Pemeriksaan Pajak Wilayah 1, Edy Santosa menyarankan kepada para pelaku usaha restoran. Selain menyimpan data secara hard copy , sebaiknya juga dilakukan penyimpanan dalam soft copy bisa melalui email atau lainnya,sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan untuk pemeriksaan, maka mudah mencari berkas yang tersimpan meskipun sudah tahunan.
“Kemajuan teknologi sekarang ini harus kita manfaatkan untuk menunjang keberlangsungan usaha. Oleh karenanya, manfaatkan dengan sebaik-baiknya teknologi yang ada sehingga kita tidak kerepotan dalam melakukan tertib administrasi,salah satunya dalam penyimpanan data administrasi terkait usaha yang dijalankan,” tandas Edy. (ADV)