Monitor, Tangsel – Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut kabupaten/kota. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2016.
Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari BPHTB, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terus melakukan berbagai upaya dan inovasi dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui Pemeriksaan Pajak Daerah.
Menurut Kasi Pemeriksaan Pajak Daerah Wilayah I (Pondok Aren, Ciputat Timur) pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Edi Santosa, BPHTB bisa dilakukan pemeriksaan apabila formulir penyampian surat setoran pajak daerah (SSPD) BPHTB yang dilaporkan wajib pajak tidak sesuai dengan objek pajak sebenarnya di lapangan. Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Melalui pemeriksaan itu, formulir penyampaian SSPD BPHTB akan diuji apakah benar sesuai dengan objek pajak sebenarnya di lapangan atau tidak.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi wajib pajak.
Sedangkan Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. Terjadi pemindahan hak dikarenakan, terjadi jual beli, tukar menukar, hibah, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah. Sementara Pemberian hak baru, karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.
Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Sementara dasar pengenaan BHTB adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP), yaitu;
a. jual-beli adalah harga transaksi
b. tukar menukar adalah nilai pasar
c. hibah adalah nilai pasar
d. hibah wasiat adalah nilai pasar
e. waris adalah nilai paasar
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. peleburan usaha adalah nilai pasar
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. hadiah adalah nilai pasar
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah nilai transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
Disebutkan bahwa, dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
Edi Santosa menjelaskan, pemeriksaan pajak daerah tidak serta-merta dilakukan namun melalui beberapa tahapan. Dasar pemeriksaan itu adanya kecurigaaan tidak sesuainya SSPD BPHTB yang dilaporkan dengan kondisi nyata objek pajak di lapangan. “Kami di bagian Pemeriksaaan melakukan pemeriksaaan setelah mendapatkan data dari Bidang Pendapatan Pajak Daerah II,” jelas Edi.
Proses pemeriksaan pun biasanya dilakukan melalui beberapa tahapan. Diantaranya, ada tahapan sosialisasi terlebih dahulu kepada wajib pajak bahwa BPHTB bisa diperiksa. Kemudian tahap selanjutnya, memberitahukan kepada wajib pajak terkait akan adanya pemeriksaan, lalu mencocokkan data yang ada di SSPD BPHTB dengan kondisi nyata objek pajak, kemudian menetapkan nilai hasil pemeriksaan.
“Kami melakukan pemeriksaan berdasarkan peeraturan perundang-undangan yang berlaku. Prosesnya melalui beberapa tahapan, hingga pada akhirnya akan ditetapkan nilai hasil pemeriksaan yang berbentuk rekomendasi, yakni bisa SKPD (Surat ketetapan pajak daerah) nihil, dan SKPD kurang bayar atau lebih bayar,” terangnya.
Dalam PP Nomor 55 tahun 2016 pasal 29 dijelaskan bahwa Penelitian SSPD BPHTB meliputi:
a. Kesesuaian nomor objek Pajak yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan nomor objek Pajak yang tercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti pembayaran PBB-P2 lainnya dan pada basis data PBB-P2;
b. Kesesuaian NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB-P2;
c. Kesesuaian NJOP Bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basis data PBB-P2;
d. Kebenaran penghitungan BPHTB yang meliputi nilai perolehan objek Pajak, NJOP, NJOP tidak kena Pajak, tarif, pengenaan atas objek Pajak tertentu, BPHTB terutang atau yang harus dibayar; dan
e. Kebenaran penghitungan BPHTB yang disetor, termasuk besarnya pengurangan yang dihitung sendiri.
Wajib pajak BPHTB juga dapat melakukan keberatan, banding dan pengurangan. Yang dapat diajukan keberatanBPHTB adalah,
1. SKPDKB yaitu surat ketetapan yang menuturkan besarnya jumlah BPHTB terutang,jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar
2. SKPDKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB yang telah ditetapkan
3. SKPDLB yaitu surat ketat PAN yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB Karen sejumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB yang seharusnya terutang
Sementara, tata cara permohonan keberatan BPHTB yaitu Membuat permohonan secara tertulis kepada Kepala Bapenda, Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 bulan sejak diterimanya SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan Melampirkan foto kopi SSPD BPHTB, asli SKPDKB/SKPDKBT/SKPDLB, foto kopi akta/risalah lelang/surat keputusan hak baru/putusan hakim, fotokopi KTP/paspor/KK/identitas lain. (adv)