Monitor, Tangsel- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) siap bekerjasama dan mendukung penuh kesepakatan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila.
Menurut Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Syukri Rahmatullah, sejarah perjalanan bangsa ini tak lepas dari kegigihan perjuangan para ulama dan santrinya. Namun kini, peran keduanya seringkali hanya dijadikan alat untuk kepentingan politik sesaat.
“Sebelumnya kalangan ulama dan santri hanya menjadi alat, tidak pernah dilibatkan secara partisipatif atau pun diakui perannya di dalam membangun bangsa ini. Tapi pada pemerintahan Jokowi berbeda, ulama tidak dipolitisir, tapi diberikan peran penuh untuk selalu berada di dekatnya di dalam membangun bangsa,” ucap Syukri di Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu (7/11/2018).
Menurut pria yang kini menjadi Ketua Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni Daarul Rahman (PP Ikdar) itu, didaulatnya KH Ma’ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi adalah bentuk penghormatan kepada kalangan ulama di Indonesia.
Sedangkan santri yang sudah jelas perannya dalam melawan penjajah Belanda dan Jepang, kata Syukri, juga mengalami nasib yang sama, sebelumnya tak pernah ada pengakuan oleh negara terhadap mereka. Bahkan dihapus dalam sejarah kemerdekaan oleh Orde Baru yang dipimpin Soeharto, leaders of Cendana.
“Tapi di era Presiden Jokowi, peran santri dalam kemerdekaan diakui dengan ditetapkannya Hari Santri pada tanggal 22 Oktober. Tanggal tersebut dipilih karena pada 22 Oktober 1945 KH Hasyim Asyari menyerukan jihad kepada para ulama, santri dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk jihad melawan penjajah,” jelasnya.
Sebab itu, sambung dia, Penetapan Hari Santi memiliki makna yang sangat mendalam baik bagi kalangan santri, maupun umat muslim secara keseluruhan.
“Mungkin jika tidak ada Jokowi, maka tidak akan ada Hari Santri,” tukasnya.
Sementara menjelaskan hal serupa, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, menuturkan, PDI Perjuangan siap bekerja sama dengan seluruh keluarga besar NU dan Muhammadiyah di dalam menjaga Pancasila, NKRI, Konstitusi Negara dan Kebhinnekaan Indonesia.
“Kerjasama antara keluarga besar nasionalis dengan Ormas NU dan Muhammadiyah, sudah terjalin sejak lama. Itu bisa dilihat dengan jelas dalam bentang sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Baik NU dan Muhammadiyah memberikan kontribusi nyata dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia,” ungkap Basarah.
Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR ini menyebutkan, terbitnya Keppres Hari Santri Nasional Nomor 22/2015 merupakan bukti nyata bahwa negara mengakui peran dan kontribusi ulama dan santri dalam mempertahankan Indonesia.
“Hari Santri Nasional bukan hanya milik NU dan Muhammadiyah semata, melainkan milik umat Islam Indonesia yang mencintai NKRI dan Pancasila.” katanya lagi.
Jika memahami dari proses sejarah, Bung Karno yang dikenal sebagai tokoh nasionalis dan Presiden Pertama Republik Indonesia itu juga memiliki hubungan erat dengan tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah. Sebagai contoh, dalam munas alim ulama yang disponsori NU tahun 1954 memberikan gelar Waliyul Amri Bi dharuri Asy-Syaukah, yang artinya pemimpin di masa darurat yang wajib ditaati perintahnya.
“Sejarah juga mencatat bahwa pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan adalah guru dari Bung Karno,” terangnya.
Di bagian lain, ditegaskan Basarah, dalam hal Pancasila sebagai dasar negara telah final. Tidak ada lagi keraguan dalam NU dan Muhammadiyah. Pada Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, NU dengan tegas mengakui Pancasila sebagai asas tunggal.
“Sedangkan Muhammadiyah dalam Muktamar 47 di Makassar tahun 2015 menegaskan bahwa negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah artinya negara perjanjian dan tempat bersaksi,” tandasnya. (bli)