Monitor, Kota – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak Kelurahan Cipadu, Kecamatan Larangan, pada Selasa, (30/9/2025), setelah mencuat polemik pencopotan lima Ketua RT oleh lurah setempat. Turut dihadiri Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang Andri S Pemana, Staf Ahli dari Pemkot Tangerang, Wakil Ketua Fraksi dari Partai Gerindra H. Junadi, Dinas Lingkungan Hidup, unsur kelurahan, Tokoh Masyarakat Cipadu, perwakilan RT dan masyarakat.
Dijelaskan, Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, Andri S Permana, perihal RDP ini merupakan tindak lanjut dari laporan terkait persoalan di wilayah Kelurahan Cipadu. Menurutnya, DPRD memiliki tanggung jawab untuk merespons aduan masyarakat dan memastikan jalannya pemerintahan di tingkat wilayah tetap sesuai aturan yang berlaku.
“Rapat Dengar Pendapat (RDP) hari ini merupakan upaya kami di DPRD Kota Tangerang menindaklanjuti apa yang menjadi permasalahan yang terjadi di Kelurahan Cipadu,” ujarnya.
Keputusan Lurah Dicabut, 5 Ketua RT Kembali Menjabat
Dalam rapat tersebut, dibahas mengenai keputusan lurah yang sempat mencopot sekaligus menonaktifkan 5 Ketua RT di kelurahan Cipadu. Andri menyebut bahwa langkah lurah tersebut menimbulkan polemik di masyarakat karena dinilai melanggar prinsip demokrasi yang berlaku dalam pemilihan Ketua RT.
“Jadi pada prinsipnya, materi yang dibahas yakni terkait keputusan Lurah untuk melakukan penonaktifan kepada lima Ketua RT. Dan alhamdulillahnya, tadi Pak Lurah sudah membuat surat keputusan untuk menganulir keputusan sebelumnya,” jelasnya.
Dengan adanya keputusan baru dari pihak kelurahan, kelima Ketua RT tersebut kembali sah menjabat dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Hal ini dianggap penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di tingkat wilayah.
“Secara status hukum, RT-RT itu sudah kembali statusnya menjadi RT,” tegas Andri.
Andri mengingatkan agar kasus Cipadu menjadi pelajaran bagi lurah maupun camat di Kota Tangerang. Ia menekankan bahwa aparatur wilayah tidak boleh menggunakan kewenangannya secara sewenang-wenang hingga menodai hasil pemilihan yang merupakan produk demokrasi masyarakat.
“Ini kenapa menjadi sebuah permasalahan yang harus disikapi. Karena peristiwanya tidak boleh terjadi di tempat yang lain, bahwa tidak juga lurah atau camat sebagai penyelenggara pemerintahan di level wilayah melakukan abuse of power dengan kekuasaannya, sehingga menodai produk demokrasi masyarakat terhadap proses pemilihan Ketua RT maupun Ketua RW,” tuturnya.
Andri menegaskan bahwa DPRD tidak berwenang menjatuhkan sanksi hukum kepada lurah. Namun, DPRD tetap menjalankan fungsi sebagai lembaga kontrol sekaligus menjembatani warga dan pemerintah daerah.
“DPRD ini bukan lembaga hukum yang bisa memberikan pandangan-pandangan hukum terkait apa yang menjadi permasalahan di sana, tapi kami menjalankan tugas dan fungsinya menjembatani apa yang menjadi permasalahan antara warga dengan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Tambah Andri, pembatalan keputusan lurah tidak lepas dari dukungan Wali Kota Tangerang. Ia menyampaikan apresiasinya kepada Wali Kota Sachrudin yang dinilai cepat mengambil langkah dalam mengoreksi kebijakan yang bermasalah.
“ Alhamdulillah saya berterima kasih kepada Pak Haji Sachrudin Wali Kota Tangerang, pasti juga berkat atas perintah beliau surat keputusannya dianulir dan RT-RT itu bisa dikembalikan statusnya,” tutur Andri.
Terkait sanksi terhadap lurah, ia menyerahkan sepenuhnya kepada wali kota. Menurut Andri, dengan pengalaman wali kota yang pernah menjabat lurah dan camat, pihaknya yakin persoalan ini akan ditangani dengan baik.
“Terkait masalah apakah ada sanksi kepada lurah, saya kembalikan itu kepada Pak Sachrudin. Beliau punya pengalaman menjadi lurah, beliau pernah menjadi camat dan saya yakin beliau pasti akan bisa melakukan apa yang menjadi kebutuhan terkait masalah ini,” imbuhnya.
Dengan keputusan tersebut DPRD Kota Tangerang berharap kejadian serupa tidak kembali terulang. Andri menegaskan agar mekanisme demokrasi di tingkat RT maupun RW tetap dijaga, karena jabatan tersebut merupakan hasil pilihan masyarakat yang tidak bisa diganggu oleh kebijakan sepihak aparatur wilayah setempat.
(AB)