Monitor, Bogor- Evaluasi dan monitoring dari pihak Kecamatan Gunung Sindur dan Pendamping Desa untuk pembangunan infrastruktur jalan lewat program Samisade(Satu Milyar Satu Desa) kepada setiap desa terus dilakukan.
Hal tersebut bertujuan untuk memaksimalkan, pengawasan dalam program bantuan keuangan kepada seluruh desa yang bersumber dari keuangan APBD Kabupaten Bogor.
Kasie Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Kecamatan Gunung Sindur, Den Rachmat Tavip kepada monitor online mengungkapkan bahwa, ada beberapa temuan dilapangan terkait pembangunan fisik jalan yang dilakukan pemerintah desa.
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Kecamatan dilapangan yang dilaksanakan pada Rabu, 27 September 2023, diakui Deden bahwa ada dua desa yang mendapatkan surat teguran dari camat Gunung Sindur yakni Desa Cidokom dan Padurenan. Selain meminta penjelasan, Tim Verifikasi pun meminta kepada TPK untuk memberikan tanggapan dan keterangannya sebelum pencairan tahap II (40%).
Temuan Tim Kecamatan dilapangan terhadap pengerjaan betonisasi, kata Deden diantaranya, terkait terjadinya keretakan dibeberapa titik. Meski begitu pihaknya bisa memakluminya karena faktor cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai daerah saat ini.
“Kami liat yang sekarang terjadi banyak keretakan. Kita juga tidak bisa menyalahkan. Momennya juga karena cuaca ekstrem. Selain itu, karena cuaca yang kurang bagus, masyarakat jadi ngga bisa bantu untuk nyiram jalan. Padahal jalan yang baru dibetonisasi harus banyak disiram. Kita juga mengandalkan kesiapa? Apalagi masyarakat lagi kesulitan air,” kata Deden diruang kerjanya, Jumat(13/10/2023).
Evaluasi selanjutnya sambung Deden, dalam pelaksanaan pembangunan fisik. Setiap desa harus mengacu kepada RAB( rencana anggaran biaya) yang sudah mereka buat. Misalnya, pengerjaan Samisade yang seharusnya dikerjakan 60 persen terlebih dulu, tentu tidak boleh dituntaskan diawal 100 persen. Sebab nanti harus bekerja dua kali dengan membuat laporan perubahan.
“Seperti di Padurenan, mungkin karena betonisasi yang di salah satu titik dikerjakan itu jaraknya pendek. Pihak desa merasa tanggung. Ambil keputusan disekaliguskan saja. Nanti ditermin keduanya baru sambungan udit beton untuk saluran air,”ujarnya.
Namun begitu, meski dikerjakan tidak berbarengan, menurut Deden selama fisiknya ada. Pihak kecamatan masih memberikan toleransi.
“Kalau ketika anggaran dikucurkan tapi fisik tidak dilaksanakan itu yang akan menjadi bahaya. Dan membuat buruk citra desa dan kecamatan nantinya,” imbuhnya.
Selaku Kasie Ekbang, Deden meminta kepada pihak desa agar pengerjaan proyek fisik, hendaknya disesuaikan dengan aturan yang ada. Sehingga tidak menyulitkan mereka dalam kegiatan pelaporan dan pencairan tahap selanjutnya.
“Untuk administrasi pelaporan ya, kemungkinan bisa disiasati. Semoga saja DPMD bisa memahaminya,” terangnya.
Kendala yang kerap terjadi di desa kata Deden, terkadang sudah diberikan masukan oleh pendamping desa dan kecamatan. Hanya saja berpulang kepada kepala desa sebagai pimpinan, mau atau tidak melaksanakan arahan tersebut.
“Pembinaan sudah berkali-kali, dengan memberikan saran terkait administrasi harus sesuai aturan. Namun berpulang kepada kepala desanya mau tidak mendengarkan saran dan melaksanakan aturan itu agar tidak bermasalah dikemudian hari,”pungkas Deden. (mln)