Monitor, Tangsel – Sejumlah wali murid siswa SMPN 4 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengungkapkan kekesalan atas praktik Pungutan liar (Pungli) di lingkungan sekolah. Amarah mereka memuncak, lantaran ijazah anaknya terancam ditahan sebelum menyetor lunas uang donasi.
Para wali murid itu akhirnya membeberkan banyaknya praktik Pungli yang sekian lama berlangsung di SMPN 4. Meski dibayangi rasa takut oleh tekanan pihak sekolah, namun mereka memberanikan diri untuk protes agar ijazah sang anak dapat diambil.
Salah satu wali murid berinisial T, menyebutkan adanya istilah uang donasi yang dibebankan kepada siswa yang masuk program Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI). Di mana jumlahnya variatif, Rp1 juta, Rp5 juta, hingga Rp7 jutaan.
“Kita mau ngasih satu juta, kita takut anak kita enggak diterima. Saya waktu itu ngasih lima juta,” kata dia yang didampingi wali murid lainnya, kepada wartawan di Pamulang, Tangsel, Kamis (3/10/2019).
Setelah membayar uang donasi, dilanjutkan dia, rupanya banyak pungutan-pungutan lain yang ditarik dari para siswa, misalnya saja uang kesejahteraan perbulan Rp300 ribu, uang perpustakaan Rp50 ribu perbulan, uang komputer Rp50 ribu perbulan, dan uang kas Rp5 ribu yang ditarik perminggu.
“Setelah masuk, ternyata banyak lagi pungutan-pungutan itu. Jadi dalihnya pakai nama komite sekolah, padahal kita nggak diajak pembahasannya, tiba-tiba ada kesepakatan seperti itu aja,” jelasnya.
Mulanya para wali murid satu sama lain tak terlalu mempersoalkan Pungli di lingkungan sekolah. Namun situasi berubah, manakala saat kelulusan mereka mendapati jika anak-anaknya diharuskan membayar lunas semua setoran Pungli tersebut.
“Jadi kan bayarnya bulanan, ada yang bolong-bolong juga bayarnya. Karena kan dicatat dalam kartu iuran, jadi yang bolong-bolong itu harus dilunasi saat mau ambil ijazah,” sambungnya.
Menurut wali murid, mereka sempat menyatakan keberatan kepada pihak sekolah untuk membayar lunas seluruh uang donasi. Keberatan itu tertuang dalam surat pernyataan bersama yang diparaf pada April 2019 lalu. Meski begitu, mereka menggantinya dengan pemberian uang sukarela sebesar Rp500 ribu tiap siswa.
“Waktu itu diserahin Rp9 juta ke sekolah, dari sejumlah wali murid,” ujarnya.
Monitor coba mengonfirmasi pihak sekolah mengenai tudingan para wali murid. Karena Kepala Sekolah tak berada di tempat, lalu bagian Humas SMPN 4 menggantikannya untuk memberikan klarifikasi.
“Nggak benar itu ijazah ditahan, nggak ada penahanan ijazah. Jadi kalau untuk uang donasi itu sifatnya sesuai kemampuan saja, mampunya berapapun ya nggak apa-apa,” terang Aris Munandar, Humas SMPN 4 Tangsel.
Pihak sekolah menyangkal seluruh tuduhan Pungli sebagaimana dibeberkan wali murid. Namun setelah ditunjukkan beberapa bukti, barulah diakui bahwa sebenarnya pungutan untuk komputer, uang perpustakaan, uang peningkatan mutu, memang ditarik dari siswa melalui komite sekolah disebabkan tak mencukupinya dana BOS-BOSDa.
“Dana BOS-BOSDa nggak cukup,” ucapnya.
Program CIBI di SMPN 4 Tangsel sendiri menginduk pada kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Penerimaan calon siswanya dibuka sebelum penerimaan siswa reguler. Kelulusan siswa kelas 3 tahun ini merupakan angkatan terakhir program CIBI, disebabkan dihentikannya program itu oleh Gubernur Banten sejak 2016 silam.
Program CIBI di SMPN 4 Tangsel sendiri terbagi atas 6 kelas, yakni 1 kelas untuk Cerdas Istimewa (CI) dan 5 kelas untuk Bakat Istimewa (BI) atau pengayaan. Tiap kelas CI berkapasitas sekira 24 siswa, sedangkan 1 kelas BI berkapasitas sekira 32 siswa.
Praktik Pungli di lingkungan sekolah negeri di Kota Tangsel sebenarnya bukan kali ini saja terungkap. Terakhir salah satu guru honorer bernama Rumini (44) harus dipecat karena berupaya membongkar Pungli di SDN Pondok Pucung 02 Pondok Aren.(bli)