Rizal Bawazier : Pengelolaan TPA Cipeucang  Harus Berteknologi Canggih

oleh -
Rizal Bawazier

Monitor, Tangsel- Musibah longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang, Kota tangerang Selatan akibat jebolnya tembok pembatas (sheetfile) sepanjang 100 meter pada Jumat (22/5/2020) menyebabkan aliran kali Cisadane terhambat karena tertutup oleh sampah yang menggunung.

Kejadian tersebut, tentu saja mengundang keprihatinan sejumlah tokoh yang konsen terhadap kondisi Tangsel dimana fokus pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 belum usai, kini datang ujian baru yakni penanganan Cipeucang yang harus juga mendapatkan perhatian serius.

Dimintai tanggapannya, terhadap musibah longsor di TPA Cipeucang, Bacawalkot Tangsel, Rizal Bawazier, mengungkapkan bahwa pengaturan sampah di TPA tersebut menurutnya harus  menggunakan teknologi canggih.

“Pengaturan sampah di Cipeucang harus dengan teknologi canggih.  Jangan berpikir panjang mengenai biayanya yang tinggi, apalagi daerah Kota Tangerang Selatan bukan seperti Kabupaten Tangerang atau Kabupaten Bogor yang masih mempunyai lahan-lahan tanah yang luas,” kata Rizal.

Rizal mencontohkan, sampah yang telah dikumpulkan tiap harinya harus diangkut oleh petugas kebersihan  kedalam sebuah kawasan. Agar para petugas tersebut aktif melakukan tugasnya untuk memungut sampah maka tunjangan yang lebih pun harus diberikan untuk menambah semangat mereka.

“Kawasan tersebut berbentuk bangunan-bangunan dengan cerobong asap seperti pabrik pembakaran sampah.  Semuanya dibakar dalam satu bangunan dengan suhu 1.000 derajat celcius atau lebih selama 7 hari dalam seminggu atau bisa dikatakan terus dilakukan tanpa henti,” terangnya.

Sampah yang dibakar  sambung Rizal, akan berubah menjadi panas dan energi terbarukan yang menghidupkan, berupa listrik atau batubara.  Tinggal pilih teknologinya, mau jadi apa hasil akhirnya. Hasil uap pembakaran sampah akan disaring kembali juga dengan teknologi canggih dan akan dikeluarkan sebagai udara bersih yang bisa dihirup oleh masyarakat sekitar.

“Alternatif lain bisa dengan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) berteknologi canggih. Salah satu contohnya  dengan Refuse Derived Fuel (tolak bahan bakar turunan) yang saya rasa biayanya tidak akan lebih dari Rp 100 milyar. Tidak harus sampai trilyunan, asal cepat dilakukan dan niat dijalankan, pasti tidak sulit. Kita juga bisa kerjasama dengan Pemda Kabupaten Tangerang atau Kabupaten Bogor apabila kurang lahannya. Saya yakin untuk kepentingan bersama mereka pasti mau, sebab ada hasilnya berupa listrik atau batubara,” paparnya.

“Jangan berpikir terlalu lama kalau urusannya sampah dan juga banjir ya,  karena keduanya masalah lingkungan atau alam yang tidak bisa dihindarkan. Penumpukan sampah akan menimbulkan masalah sosial di masyarakat karena bau dari penumpukan sampah tersebut,” pungkasnya.

Sebelumya diberitakan, terkait longsornya TPA Cipecang, Aktivis dari Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (YAPELH), Ade Yunus pun sangat menyayangkannya,  sebab sampah longsor yang mengotori sungai Cisadane merupakan petaka sampah yang diakibatkan kelalaian dan salah pengelolaan. Sejak dua tahun yang lalu pihaknya juga sudah meminta Pemkot Tangsel untuk segera menutup lokasi tersebut karena kondisinya sangat mengkhawatirkan. (mt01)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.