Monitor, Tangsel – Sebanyak 45 wajib pajak dari pelaku usaha yang berdomisili di wilayah 3 (Serpong, Setu, Pamulang) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mendapatkan bimbingan teknis (Bimtek) tentang Perpajakan Daerah. Kegiatan tersebut digelar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangsel melalui Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah, di Sapphire Sky & Conference, BSD Kota Tangsel, selama dua hari yakni mulai Kamis hingga Jumat (29-30/11/2018).
Para peserta Bimtek merupakan wajib pajak dari berbagai jenis usaha yang ada di Kota Tangsel, mulai dari pelaku usaha perhotelan, perparkiran, restoran, dan jenis usaha lainnya.
Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah pada Bapenda Kota Tangsel, Cahyadi menjelaskan bahwa maksud dan tujuan diadakannya bimtek ini untuk menjalin tali siturahmi dan menciptakan sinergitas antara wajib pajak dan fiskus (pemeriksa pajak). Selain itu, juga bertujuan memberikan bekal wawasan pengetahuan dan praktik kepada wajib pajak dalam hal membuat laporan administrasi pemeriksaan pajak daerah.
Dalam paparannya, Cahyadi menjelaskan bahwa sebagian besar operasional atau denyut pembangunan di wilayah kabupaten/kota berasal dari potensi yang ada di wilayahnya sendiri termasuk di Kota Tangerang Selatan. Diantaranya, bisa berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekaayan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Para peserta bimtek juga diberikan pemahaman tentang perbedaan pajak daerah dengan retribusi daerah. Cahyadi menjelaskan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Sementara Retribusi Daerah merupakan pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan,” terangnya.
Menurut Cahyadi selama ini banyak yang sering salah dalam memahami tentang siapa subjek (pihak yang membayar) pajak. Dijelaskan bahwa subjek atau yang membayar pajak bukanlah pengelola, apakah pengelola hotel, restoran, parkir atau pengelola atau penyelenggara jenis usaha lainnya. Menurutnya, pengelola hanyalah sebagai pengumpul, sementara yang membayar pajaknya adalah pribadi atau badan yang melakukan transaksi dengan pihak pengelola usaha tersebut.
“Misalnya, di perhotelan yang bayar pajaknya bukanlah pengelola perhotelan melainkan pihak yang menginap di hotel tersebut. Jadi pihak hotel hanya sebagai pengumpul dan berkewajiban membayarkan pajaknya yang telah dititipkan itu kepada pemerintah daerah,” paparnya.
Menurut Cahyadi, di semua jenis usaha juga subjek pajaknya sama. Misalnya, jenis usaha hiburan, yang membayar pajaknya bukanlah penyelenggara hiburan melainkan yang menikmati hiburan tersebut. “Pengelola hanyalah menampung atau mengumpulkan untuk kemudian diserahkan ke pemerintah,” katanya lagi menekankan.
Karena itu, kata Cahyadi, pihak pengelola usaha seperti usaha restoran misalnya, harus menambahkan pajak restorannya atas pembayaran pelayanan di restoran itu dengan menggunakan tarif pajak. “Jika tidak menambahkan maka jumlah pembayaran yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak restorannya. Sehinggga pengelola akan rugi karena tetap harus bayar pajak,” jelasnya.
Saat menyampaikan materinya, Cahyadi melakukannya dengan cara lebih santai dan interaktif. Beberapa peserta pun secara bergantian menanyakan berbagai hal yang belum diketahuinya.
Cahyadi juga menegaskan, bahwa pihaknya berkomitmen untuk menerapkan asas keadilan kepada para wajib pajak. Hal itu menjawab pertanyaan seorang peserta yang mengungkapkan masih adanya pengelola usaha yang sebenarnya secara persyaratan disebutnya sudah masuk tetapi belum menjadi wajib pajak.
“Prinsipnya jika ada subjek ada objek, ada pelayanan yang disediakan dan ada pembayaran itu sudah menjadi persyaratan menjadi wajib pajak. Untuk restoran ketika omsetnya sudah 15 juta. Namun jika ada yang omsetnya diatas itu tetapi belum menjadi wajib pajak, itu juga yang menjadi perhatian dan PR kami untuk diselesaikan. Kami secara sistematis tengah berupaya menyelasaikan itu,” paparnya.
“Intinya kami berkomitmen menerapkan asas keadilan kepada para wajib pajak,” tandasnya.
Selain diisi oleh Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak Daerah, bimtek tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber dari instansi lain. Seperti narasumber Chandra Mustika Dewi dari Kasie Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) KPP Pratama Pondok Aren
Dalam paparannya, Mustika Dewi lebih banyak berbicara soal perpajakan pusat. Diantaranya soal Pajak penghasilan (PPH) 21, 23, 25/29 dan pajak peghasilan pasal 4 ayat 2 serta pajak penambahan nilai (PPN).
Beberapa narasumber lainnya yang juga mengisi bimtek tersebut yakni Tom Tom dari LIPI dan Daniel praktisi perpajakan.
Untuk diketahui, Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas; Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan jalan, Pajak Mineral bukan logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi & Bangunan Perdesaan dan Perkotaan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Dari 11 jenis pajak yang dipungut sesuai UU Nomor 28 tahun 2009 tersebut, k ada 2 jenis pajak yang tidak diikutsertakann di Kota Tangerang Selatan yakni; Pajak Sarang Burung Walet dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. (Adv)