Tahun 2018 Ada 3.500 Pasutri Bercerai di Tangsel, Faktor Utamanya Perselingkuhan

oleh -

Monitor, Tangsel – Angka perceraian di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengalami peningkatan tiap tahun. Data terakhir menyebutkan, tahun 2018 tercatat ada 3.500 pasangan suami-isteri (Pasutri) bercerai, padahal tahun 2017 lalu jumlah perceraian hanya terjadi pada hampir sekira 3000 pasangan.

Ditenggarai, faktor utama yang menyebabkan pasangan bercerai adalah perselingkuhan, baik itu dengan Wanita Idaman Lain (WIL) maupun Pria Idaman Lain (PIL). Meskipun ada pula hal lainnya yang memengaruhi seperti motif ekonomi, dan ketahanan keluarga.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tangsel, Abdul Rojak menerangkan, jumlah perceraian terjadi pada hampir separuh jumlah pernikahan di Kota Tangsel tahun 2018. Dimana jumlah pernikahannya mencapai angka 7 hingga 9 ribu pasangan.

“Ada peningkatan, hampir separuh jumlah pernikahan. Tahun 2018 ada 3500 pasangan yang bercerai. Penyebabnya bermacam-macam, tapi paling dominan adalah perselingkuhan,” katanya, Kamis (3/1/2019).

Menurut Rojak, perselingkuhan yang terjadi pada pasangan-pasangan itu diawali dengan hubungan pertemanan di media sosial. Karena lemahnya ketahanan keluarga, lalu keintiman pertemanan itu berlanjut merusak harmonisasi rumah tangga Pasutri tersebut.

“Perselingkuhannya rata-rata berawal dari pertemanan di medsos,” jelasnya.

Padahal, dikatakan Rojak, pembinaan terus dilakukan jajarannya bagi pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Melalui bidang terkait serta juga melibatkan kerjasama dinas lain, selalu diadakan program penyuluhan dan pra nikah kepada tiap calon pengantin.

“Pembinaan terus berjalan, kami bekerjasama dengan Pemkot Tangsel. Ada juga program penyuluhan pra nikah yang nanti ada sertifikasinya,” imbuhnya.

Data yang dikumpulkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, ada 15 juta perempuan di Indonesia yang berstatus kepala keluarga. Dengan artian, perempuan menjadi Breadwinner (penghasil utama), janda cerai, ataupun janda meninggal.

Lebih lanjut disebutkan oleh data Kemen PPPA itu, bahwa kasus perceraian di Indonesia ternyata paling tinggi datang dari pihak isteri sebagai penggugat. Dalam hal ini, tindak kekerasan rumah tangga serta tidak adilnya pembagian peran di internal keluarga menjadi alasan yang paling mendominasi.(bli/mt01)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.