Monitor, Tangsel – Seluruh perwakilan dari pengrajin tahu dan tempe dari Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menandatangani sebuah petisi dalam spanduk panjang yang dibentangkan di sekretariat Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Sabtu (2/01/21).
Berbagai komunitas pengrajin tahu tempe itu telah melakukan aksi mogok produksi selama 3 hari, yakni sejak tanggal 31 Desember 2020 hingga hari ini. Mereka mendesak agar pemerintah turun tangan mengintervensi harga kedelai yang meroket tinggi.
“Setiap tahun kenaikan harga kedelai ini terus terjadi, sehingga berdampak buruk pada pengrajin. Bahkan sebagian dari pengrajin terancam gulung tikar. Pemerintah harus turun, Pak Jokowi harus perintahkan kementerian terkait cek siapa dibalik kenaikan ini,” ucap Ketua Bidang Hukum SPTI, Fajri Safii, di Pamulang, Tangerang Selatan.
Disampaikan Fajri, tahu dan tempe merupakan makanan khas Indonesia sejak lama. Kalau para pengrajin terus dibiarkan gagal produksi akibat tingginya harga kedelai, maka tinggal menunggu waktu jika makanan itu akan lenyap dari tengah masyarakat.
“Tahu tempe itu identitas bangsa, kalau dia hilang maka sama artinya kita membiarkan bangsa ini juga hilang. Kenaikan harga kedelai ini memang sangat menyakitkan buat pengrajin, bahkan berimbas pula pada sektor UMKM lainnya yang bahan bakunya dari tahu tempe,” bebernya.
Beberapa pekan ini harga kedelai naik sekira 35 persen dari harga sebulan sebelumnya. Harga tiap kilo yang semula Rp7 Ribu, kini menjadi Rp10 ribu. Bayangkan jika kenaikan itu dihitung dalam jumlah kuintal atau yang lebih besar.
“Itulah yang menyebabkan para pengerajin mogok produksi, karena tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal. Sementara pemerintah seperti diam saja dan tidak mengambil tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai ini,” tuturnya.
Para pengrajin menduga, kenaikan harga kedelai yang terus terjadi tiap tahun akibat dari permainan para kartel. Apalagi jika melihat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor : 24/M-DAG/PER/5/2013 Tentang Ketentuan Import Kedelai dalam Rangka Stabilitas Harga Kedelai.
“Peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru, yang menyebabkan importir lama semaunya menentukan harga dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat,” jelasnya.
Salah satu pengrajin tahu tempe yang melakukan aksi mogok produksi, Tarjumi (56), menerangkan, dia sudah tak mampu lagi meneruskan usahanya jika harga kedelai tak kunjung terkendali. Setiap hari, kata dia, bukan lah menghitung untung melainkan menambah kerugian.
“Kita mogok 3 hari ini, akibatnya nggak ada pemasukan buat rumah. Kami hanya ingin agar pemerintah mengerti apa yang kami rasakan. Usulan kami agar hal ini tidak terus terulang, kami minta agar kedelai itu berada di bawah Bulog, sehingga mudah diawasi,” tandasnya.(bli)