Monitor, Serpong – Sebanyak sekira 300 Kepala Keluarga (KK) yang menjadi korban penggusuran proyek Tol Serpong-Balaraja, di Kampung Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), menuntut pembayaran ganti rugi yang layak.
Sebagian rumah warga itu telah diratakan dengan tanah. Sedangkan sebagian lainnya menunggu antrian untuk dieksekusi. Eksekusi tahap pertama berlangsung pada tanggal 25 Februari 2021 lalu dengan merobohkan sekira 23 bidang.
Total area terdampak proyek tol di Cilenggang mencapai 111 bidang yang dihuni sekira 300-an KK. Rinciannya adalah, 81 bidang yang tergusur proyek tol, lalu 30 bidang lainnya adalah mereka yang terisolir atau terdampak atas pengerjaan proyek tersebut.
Ketua Kordinator Aliansi Warga Cilenggang Berdaulat (AWCB), Masfur Sidik (42), menegaskan, jika mereka menolak menerima uang ganti rugi yang hanya dibayarkan sebesar Rp4,4 jutaan per meter persegi. Nilai itu, kata dia, benar-benar tak sebanding dengan harga pasaran yang mencapai puluhan juta per meter persegi.
“Ganti ruginya sangat tidak layak, karena hanya dihargai sebesar Rp4,4 jutaan. Memang ada juga yang dihargai Rp7 jutaan per meter, tapi itu sedikit lah, karena tanahnya berada di pinggir jalan. Intinya kalau mengacu ke ketentuan BPN, maka harganya itu belasan juta per meter,” katanya ditemui usai menggelar pertemuan warga, Sabtu (27/03/21).
Menurutnya, pemukiman warga yang terkena proyek pembangunan tol termasuk kawasan sentral bisnis, sehingga nilai jual tanahnya pun tinggi. Dicontohkannya, harga tanah per meter di klaster terdekat yang dikuasai pengembang BSD berkisar antara Rp22 juta hingga Rp64 jutaan.
“Itu sebabnya kami bertahan dengan harga standar per meter senilai Rp30 juta. Di sini sentral bisnis, bisa dibandingkan sama klaster dekat sini. Kalau ganti rugi yang dititipkan kemarin itu kan, sama ketentuan dari BPN aja sudah jauh di bawahnya, apalagi dibandingin sama harga pasaran di sini,” sambungnya.
Sebagian warga yang rumahnya telah digusur itu pun rela tinggal di petak-petak kontrakan. Mereka bersikeras, tetap menolak menerima uang ganti rugi yang telah dititipkan di Pengadilan Negeri Tangerang karena dianggap jauh dari kata layak.
“Warga kita ini sampai ngontrak petakan, karena kalau mau mengandalkan uang ganti rugi itu tak akan cukup apa-apa. Kita tak akan menerima uang itu. Kami akan terus perjuangkan, agar keadilan bisa kami dapatkan,” tambah dia.
Diungkapkan Masfur, pemenang lelang proyek tol Serpong-Balaraja adalah PT Trans Bumi Serbaraja, anak perusahaan dari PT BSD Tbk. Persoalan proyek tol itu sendiri telah muncul sejak tahun 2012 silam. Dia menyebut, pengelola proyek tak pernah membuka keran mediasi guna mencari titik temu ganti rugi tersebut.
“Kita sudah hubungi berkali-kali terkait hal ini, tapi realisasinya tak ada. Kasus ini sedang digugat dan sudah di tingkat kasasi. Kita masih menunggu sikap selanjutnya setelah hasil kasasi keluar,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie mengaku akan turut andil membantu upaya penyelesaian ganti rugi itu kepada pihak terkait. Dia pun mendesak, persoalan itu bisa diselesaikan secara musyawarah bersama.
“Aspirasi warga disampaikan ke pihak yang melaksanakan pembangunan tol tersebut. Pemkot akan mendorong diadakannya musyawarah untuk mencapai mufakat,” kata Calon Wali Kota terpilih itu saaat dihubungi terpisah.
Tol Serpong-Balaraja nantinya memiliki panjang 39,80 kilometer. Jalan tol itu menghubungkan wilayah Barat Jakarta, tepatnya dari Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang. Digadang-gadang, jalur tol ini akan mendukung pengembangan wilayah di sisi Barat Jakarta, salah satunya Kota Baru Maja bahkan hingga Lebak.
Tol ini juga merupakan sambungan dari ruas Tol Ulujami-Serpong yang dirancang untuk mempersingkat waktu tempuh dari Serpong (BSD) menuju Jakarta dan Merak. Tol Serpong-Balaraja terdiri atas 3 seksi, yakni seksi I (BSD–Legok) sejauh 11,3 km, seksi II (Legok–Tigaraksa Selatan) 10,7 km, dan seksi III (Tigaraksa Selatan–Balaraja) 17,8 kilometer.
Pembangunan jalan tol ini sepenuhnya dilaksanakan dengan skema investasi dan prakarsanya dari investor. Skema pendanaannya diinisiasi oleh pihak swasta untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan jaringan jalan. Disebutkan, konstruksi seluruhnya akan rampung pada tahun 2024.(bli)