Monitor, Tangsel – Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tinggal menghitung hari menuju 9 Desember 2020. Meski secara umum terbilang kondusif, namun intimidasi dan ancaman pada salah satu pendukung masih saja terjadi.
Dugaan Intimidasi dan ancaman itu dialami oleh Fikri (30), warga yang tinggal di Kampung Parakan Jaya, RT02 RW09, Pondok Benda, Pamulang. Dikatakan dia, perbedaan pilihan membuat pendukung dari pasangan calon 01 bertindak di luar batas persaudaraan sesama satu lingkungan.
“Saya merasakan betul intimidasi dan ancaman itu, sampai sekarang. Ibu saya sampai drop, karena kondisinya sudah tua. Jadi kabar saya diintimidasi itu ibu saya juga tahu,” kata Fikri, Kamis (3/12/2020).
Diceritakan dia, peristiwa yang membuat ibunya jatuh syok itu bermula saat ada kegiatan dari pasangan calon Benyamin Davnie – Pilar Saga yang akan berkunjung ke salah satu pendukungnya di Kampung Parakan, Selasa 1 Desember 2020.
“Saya kan bisa dibilang ketua panitia acara itu, jadi kita semua udah dapat izin dari Ketua RW sebenarnya. Semua sudah disiapin, konsumsi, lokasi acara, sampe protokol kesehatan kita terapin,” jelasnya.
Namun tiba-tiba pendukung dari pasangan calon lainnya, RA, yang juga tinggal di wilayah itu menolak acara tersebut digelar. Intimidasi pun mulai dilakukan dengan melibatkan salah satu tokoh masyarakat setempat berinisial SF.
“Awalnya dia (RA) hubungi lewat chat, kemudian telepon ke warga sekitar untuk menyampaikan ke saya supaya batalin acaranya. Alasannya bikin nggak kondusif segala macem. Akhirnya sampai ada tokoh sekitar (SF), ikut minta acara itu dibatalin. Kalau masih digelar bakal diramein sama dia,” ungkapnya.
Dijelaskan Fikri, SF sendiri adalah orang yang berpengaruh di wilayah tersebut. Mantan legislator Kota Tangsel itu bahkan sempat berkomunikasi melalui sambungan telepon dengannya agar membatalkan acara paslon Benyamin Davnie-Pilar Saga.
“Waktu ditelepon saya jelasin kalau saya nggak punya kapasitas batalin acara itu. Terus dia bersikeras kalau acara harus batal, alasannya Ketua RT yang larang, nggak ada izin, sampai dibilang mau bikin ribut?. Dari kalimat yang dia sampaikan, saya merasa itu bentuk intimidasi,” ucap Fikri sambil memerlihatkan rekaman video percakapannya dengan SF.
Sempat terusik dengan tekanan dari massa pendukung Paslon lain, Fikri dan panitia penyelenggara lainnya lantas berkumpul untuk bermusyawarah menentukan keberlangsungan acara tersebut. Akhirnya diputuskan bersama, jika acara silaturahmi dengan Paslon 03 tetap dilanjutkan dengan segala resikonya.
“Karena kita merasa ini bagian dari hak politik, semua punya hak yang sama. Sehingga kita tetap minta masukan para senior, dan akhirnya tetap kita lanjutkan,” terangnya.
Fikri pun hanya bisa mengelus dada, menyaksikan bentuk fanatisme berlebihan hingga mengancam hak kebebasan berpolitik orang lain di lingkungannya. Lebih miris lagi, dampak intimidasi itu membuat sang ibu jatuh sakit karena syok mendengar kabar tersebut.
“Ibu saya sudah renta. Jadi kalau saya sendiri nggak bilang soal intimidasi itu. Tapi mungkin kabar itu juga sampai ke ibu saya, makanya langsung nangis, drop, karena takut saya diapa-apain. Waktu itu sempat mau kita bawa ke rumah sakit, tapi karena ibu saya nggak mau dan akhirnya kita rawat di rumah aja,” jelasnya.
Atas kejadian yang dialaminya, Fikri sedang merencanakan untuk membuat laporan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Bahkan upaya intimidasi yang juga sempat membuat ibunya syok itu bakal segera dilaporkan ke Mapolres Tangsel.
“Ini masih kita bahas sama keluarga besar, segera nanti kita laporkan supaya tidak berulang. Sehingga jadi pembelajaran buat kita semua, beda pendapat, beda pilihan itu biasa dalam demokrasi,” tutupnya.
Monitor coba mengonfirmasi SF terkait dugaan intimidasi yang dilakukannya terhadap pendukung Paslon 03. Secara gamblang SF menerangkan, bahwa ucapannya untuk membatalkan kegiatan Paslon 03 itu hanya karena soal perizinan dari Ketua RT.
“Jadi kan setiap lingkungan itu kan ada RT nya, izin sama pengurus lingkungan, jangan langsung mengadakan. Bukan intimidasi, kita minta coba izin sama RT. Justru RT yang nelpon saya, jadi RT nelpon saya, bang itu belum izin sama saya tolong abang sampaikan jangan diadain dulu. Bukan diintimidasi, bukan dihalang-halangi, izin dulu,” tuturnya terpisah.
Menurut SF, izin mengadakan acara tak hanya cukup keluar dari RW setempat. Tetapi juga, pengurus RT. SF juga mengakui bahwa wilayah itu didominasi basis pendukung Paslon 01. Sehingga blusukan Paslon Benyamin Davnie-Pilar ke lokasi akan sia-sia belaka.
“Yang punya lingkungan kan RT, kalaupun RW tapi kan harus ada izin dari RT nya. Saya bukan apa-apa, kasihan dengan Pak Benyamin. Di bawa ke daerah situ yaudah nggak ada yang milih, cuma capek-capek doang. Jangan salah persepsi. Saya kan mantan anggota dewan, sayang Pak Benyamin kalau sosialisasi disitu, cuma buang-buang energi,” tandasnya.(bli)